Kamis, 18 Juni 2009

Indahnya Kebersamaan dan Berbagi

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah banyak meninggalkan sunnah (tuntunan) yang mulia. Salah satunya adalah kebersamaan yang indah dengan taburan cahaya tauhid dan pertolongan Allah subhanahu wa ta'ala. Berikut ini saya sarikan dari majelis ta'lim Kamis Sore (18/6) yang membahas Kitab Riyadhush Shalihin karya Imam An Nawawi rahimahullahu ta'ala oleh al ustadz Irfan di Jombang.

Halaman 141
Hadits ke 566

Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu 'anhu , katanya: "Pada suatu ketika kita semua dalam berpergian bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tiba-tiba datanglah seorang lelaki dengan menaiki kenderaannya, lalu mulailah ia menengokkan wajahnya ke arah kanan dan kiri. Kemudian bersabdalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : "Barangsiapa yang mempunyai kelebihan kendaraan - yakni lebih dari apa yang diperlukannya sendiri, hendaklah bersedekah dengan kelebihannya itu kepada orang yang tidak mempunyai kendaraan dan barangsiapa yang mempunyai kelebihan bekal makanan, maka hendaklah bersedekah kepada orang yang tidak mempunyai bekal makanan apa-apa." Selanjutnya beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan berbagai macam harta benda dengan segala apa saja yang dapat disebutkan, sehingga kita semua mengerti bahawa tidak seorang pun dari kita semua itu yang mempunyai hak dalam apa-apa yang kelebihan - sebab segala macam yang merupakan kelebihan diperintahkan untuk disedekahkan." (Riwayat Muslim)

Dari hadits di atas dapat kita ambil beberapa faidah:
  1. Seorang pimpinan memerintahkan kepada orang-orang yang di bawahnya untuk membantu orang-orang yang membutuhkan. Hal ini hanya dilakukan dalam keadaan darurat (safar). Banyak shahabat dalam riwayat termasuk golongan kaya (yaitu memiliki kelebihan harta).
  2. Anjuran bershadaqah kepada orang-orang yang membutuhkan.
  3. Perhatian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada para shahabat beliau.
  4. Dianjurkan membantu ibnu sabil (orang yang dalam perjalanan membutuhkan bantuan).
  5. Cepatnya para shahabat melaksanakan perintah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salla.
Halaman 141-142
Hadits ke 567

Dari Sahal bin Sa'ad radhiyallahu 'anhu bahawasanya ada seorang wanita datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan membawa selembar burdah yang ditenun, kemudian wanita itu berkata: "Saya sendiri menenun pakaian ini dengan tanganku untuk saya berikan kepadamu agar engkau gunakan sebagai pakaian." Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengambilnya dan memang beliau memerlukannya. Beliau keluar pada kami dan burdah tadi dikenakan sebagai sarungnya. Kemudian ada orang berkata: "Alangkah bagusnya burdah ini, berikanlah burdah itu untuk saya pakai." Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Baiklah." Selanjutnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam duduk dalam suatu majlis lalu burdah tadi dilipatnya kemudian diberikan kepada orang yang memintanya tadi. Para sahabat lainnya berkata kepada yang meminta itu: "Alangkah baiknya perbuatanmu itu! Burdah itu dipakai oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam , sedangkan beliau memerlukan untuk dipakainya dan engkau juga tahu bahawa beliau itu tidak akan menolak permintaan siapa pun yang memintanya." Orang tadi menjawab: "Sesungguhnya saya, demi Allah, tidaklah saya memintanya itu kerana saya memerlukannya, bahwasanya saya memintanya tadi ialah untuk saya jadikan kafanku - yakni kalau meninggal dunia." Sahal - yang meriwayatkan Hadis ini -berkata: "Maka burdah tersebut sungguh-sungguh dijadikan kafannya." (Riwayat Bukhari)

Faidah yang dapat kita ambil:
  1. Disunnahkan untuk segera mengambil hadiah. Dengan bersegera mengambil hadiah akan menyenangkan orang yang memberikan hadiah tersebut, karena menunjukkan bahwa hadiah tersebut bermanfaat bagi kita.
  2. Bagusnya akhlaq Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
  3. Bolehnya bagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menerima hadiah.Di sini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersedia mengambil burdah itu karena sebagai hadiah, sedangkan apabila shadaqah beliau tidak akan menerimanya.
  4. Bolehnya meminta dengan tujuan yang benar. Shahabat yang meminta burdah tersebut ada yang mengatakan Abdurrahman bin Auf, ada juga yang mengatakan bahwa dia adalah Sa'ad bin Abi Waqash.
  5. Bolehnya menyiapkan sesuatu sebelum waktu yang dibutuhkan. Misalnya menyiapkan kafan untuk kematiannya. Dari hadits ini Syaikh Al Albani berpendapat bolehnya menyiapkan kafan untuk kematiannya, sedangkan menyiapkan kuburan adalah bid'ah (hal yang menyimpang dari syariat).
  6. Bolehnya seseorang memuji apa yang dia lihat dari orang lain dengan tujuan memintanya dengan tidak terus terang.
  7. Diisyaratkan mengingkari orang yang menyelisihi adab walaupun tidak sampai pada tingkatan haram. Di sini para shahabat lainnya menilai meminta burdah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah etis. Pertama, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sangat membutuhkan burdah itu. Kedua, beliau shallallahu 'alaihi wa sallam memiliki sifat tidak akan menolak bila diminta walaupun beliau sangat membuthkannya. Sehingga permintaan untuk memberikan burdah itu pasti dikabulkan oleh beliau.

Halaman 142
Hadits ke 568

Dari Abu Musa radhiyallahu 'anhu, katanya: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, berkata:
"Sesungguhnya kaum Asy'ariyin itu apabila habis bekal-bekalnya dalam sesuatu peperangan atau tinggal sedikit makanan untuk para keluarganya di Madinah, maka mereka sama mengumpulkan apa-apa yang masih mereka punyai dalam selembar kain pakaian, lalu mereka bagi-bagikanlah itu antara sesama mereka dalam ukuran satu wadah dengan sama rata. Mereka itu adalah termasuk golonganku dan saya termasuk golongan mereka pula." (Muttafaq 'alaih)

Faidah:
  1. Keutamaan orang Asy 'ariyin. (Asy 'Ariyin dalam hadits ini bukanlah golongan Asy 'Ariyin di jaman kita yang banyak berlumuran khurafat, bid'ah dan ma'siat. Akan tetapi suatu marga di jaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang beliau puji termasuk golongan beliau)
  2. Bolehnya seseorang membicarakan keutamaan orang lain.
  3. Keutamaan menolong sesama.
Dari hadits ini Syaikh Utsaimin rahimahullah menyatakan bahwa hadits ini merupakan asal dari bolehnya mendirikan jum'iatul ta'awuniyah (yayasan). Bolehnya membuat kotak untuk mengumpulkan harta (uang) untuk diberikan kepada golongannya sendiri. Boleh juga untuk memotong beberapa persen dari gaji atau ditentukan jumlahnya untuk diberikan kepada saudaranya yang membutuhkan.