Sabtu, 30 Juli 2016

HADITS KEENAM Dalil Haram dan Halal Telah Jelas


عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ، كَالرَّاعِي يَرْعىَ حَوْلَ الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ، أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ
[رواه البخاري ومسلم]

Terjemah hadits / ترجمة الحديث :

Dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir radhiallahuanhu dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya disekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan. Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati “.
(Riwayat Bukhori dan Muslim)

Dari hadits di atas para ulama mengambil kesimpulan bahwa ada tiga macam hukum dalam agama ini:
1. Halal
2. Haram
3. Samar/Syubhat

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan bahwa perkara syubhat tidak banyak yang mengetahui hukumnya, hanya sedikit. Sehingga sesungguhnya perkara syubhat akan menjadi jelas jika kita mencari tahu kepada orang yang 'sedikit' itu. Siapa? Lihatlah firman Allah subhanahu wa ta'ala:
فَسۡ‍َٔلُوٓاْ أَهۡلَ ٱلذِّكۡرِ إِن كُنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ
“… maka bertanyalah kepada ahladz dzikr (orang yang mempunyai pengetahuan) jika kalian tidak mengetahui.” (an-Nahl: 43)

Jika perkara agama, jelaslah ahladz dzikr tidak lain adalah para 'ulama sebagaimana ditegaskan oleh hadits yang shahih bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا مِنَ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُوسًا جُهَلَاءَ، فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ الْعِلْمِ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
“Sesungguhnya, Allah tidaklah mencabut ilmu dengan sekali cabut dari hamba-Nya. Akan tetapi, Allah mencabut ilmu dengan mewafatkan ulama. Sampai apabila Allah tidak menyisakan seorang ulama pun, manusia pun mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh. Mereka ditanya lalu berfatwa tanpa ilmu, sehingga mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. al-Bukhari no. 100)

"Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya." dijelaskan oleh Syaikh Utsaimin rahimahullah dalam Syarah Arba'in bahwa menyelamatkan agama yaitu menyelamatkan antara dirinya dengan Allah, dan menyelamatkan kehormatannya adalah menyelamatkan antara dirinya dengan manusia.

"Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya disekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan." Ini bentuk penjelasan yang indah dari seorang guru kepada para muridnya, dalam menjelaskan suatu hukum diberikan ibrah (contoh) yang lebih mudah dipahami. Dapat diambil hukum bahwa:

1. berputar dalam perkara syubhat itu haram,
2. berputar dalam perkara syubhat dapat mengantarkan ke keharaman

Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan hukum dalam agama ini, beliau melanjutkan dengan: "Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati". Ini adalah hujjah bagi mereka yang mengatakan "yang penting hatinya" tanpa harus memperhatikan amalan fisiknya, dari hadits ini perkataan itu adalah bathil (salah). Karena jika hatinya baik maka baik semua amalannya, jika hati buruk maka buruk pula amalannya.

Keterangan tentang hukum agama halal, haram dan syubhat jika dihubungkan dengan hati dapat disambung dengan hadits yang saya jelaskan dalam http://belajarsunnah.blogspot.co.id/2016/07/sifat-majelis-nabi-yang-mendatangkan.html. Dari hadits tersebut terlihat bahwasanya para shahabat merasa lunak hatinya ketika bermajelis dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dalam majelis dzikrnya, beliau memberikan ajaran yang haq untuk diikuti manusia dan menunjukkan yang bathil untuk dihindari. Majelis yang memberikan berita gembira akan surga dan peringatan akan neraka. Majelis seperti inilah yang akan mendatangkan ketenangan, malaikat turun padanya. Bahkan malaikat mendoakan hadhirin di dalamnya. Lebih dari itu Allah akan mengutus malaikat mengunjungi rumahnya. Itulah hubungan antara hukum-hukum agama ini dengan hati kita. Semoga Allah menjag hati kita dan menjaga kita di atas kebenaran dan menjauhkan kita dari kebathilan. Aamiin.

Wallahu a'lam bish shawab.

Disajikan di masjid Al Basith Puri Mojokerto 31 Juli 2016 ba'da shubuh dengan tambahan.

Jumat, 15 Juli 2016

Dan Mereka pun Punya Pekerjaan



Di antara manusia modern masih banyak kita temukan mereka yag pengangguran. Ada juga juru dakwah yang gengsi melakukan suatu pekerjaan. Ada juga tarekat yang menganggap dunia harus ditingggalkan. Ada juga yang menuduh Islam melarang wanita bekerja, tidak menghargai emansipasi. Apakah semua yang mereka lakukan benar? Lihtlah para hamba Allah yang terbukti kesalehannya berikut ini:

1. Nabi Nuh ‘alaihissalam pekerjaannya tukang kayu.
2. Nabi Daud ‘alaihissalam pekerjaannya membuat baju besi walaupun beliau seorang Raja.
3. Nabi Zakariya ‘alaihissalam pekerjaannya tukang kayu.
4. Luqman al Hakim seorang budak dan pekerjaannya tukang.
5. Nabi Musa ‘alaihissalam pekerjaannya menggembalakan ternak.
6. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam penggembala ternak dan pedagang di pasar.
7. Zainab isteri Ibnu Mas’ud adalah pembuat kerajinan tangan.
8. Zainab binti Jahsy isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pembuat kerajinan kulit tangan.
9. Ali radhiyallahu ‘anhu semacam juragan tukang.
10. Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu semacam juragan buruh.
11. Yazid bin abu Shalih, seorang perawi hadits, seorang penyamak kulit.
12. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhupenggembala kambing.
13. Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu seorang pedagang.
14. Al Barra’ bin ‘Azib dan Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhu adalah pedagang.
15. Utsman bin affan radhiyallahu ‘anhu seorang pedagang kurma.
16. Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhuseorang pedagang.
17. Salman al Farisi radhiyallahu ‘anhu pernah jadi peternak, budak yang merawat kebun kurma.
18. Imam Ahmad bin Hanbal pernah bekerja di tempat tukang jahit, mengambil upah menulis, menenun kain dan kadangkala mengambil upah mengangkat barang-barang orang.
19. Syaikh al Albani pernah jadi tukang kayu tapi gagal, lalu menjadi tukang reparasi jam yang akhirnya menjadi penghasilannya sampai dia terkenal sebagai ulama ahlul hadits.
20. Syaikh bin Baaz pekerjaannya adalah hakim.

Maka, bekerjalah dan makanlah dari penghasilan yang halal.

Kamis, 14 Juli 2016

20 FAKTA WAHHABI DAN SAUDI YANG DIBENCI

Ternyata Wahhabi dan Saudi tidak bisa dipisahkan. Wahhabi adalah untuk menunjukkan ajaran yang didakwahkan seorang Muhammad bin Abdul Wahhab. Saudi adalah negara Arab yang dipimpin oleh Daulah Su'udiyah yang dipelopori oleh Muhammad bin Saud. Ini fakta mereka::

1. Muhammad bin Abdul Wahhab usia 10 tahun sudah hafal al Qur'an.

2. Dakwahnya adalah memurnikan tauhid mengingatkan ummat bahaya syirik dan bi'dah.

3. Musuhnya adalah golongan syiah, kelompok fanatik madzhab, para pemuja kuburan, dan Inggris. Khusus Inggris sangat memusuhinya karena dakwahnya Muhammad bin Abdul Wahhab mengembalikan ummat seperti jaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang dapat mengancam penjajahan Inggris di bumi Arab sehingga para pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab disebut Wahhabi!

4. Dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab diterima dan difasilitasi ketika beliau berkunjung di sebuah kampung wilayah Dir'iyyah. Setelah diberitahu keberadaan Muhammad bin Abdul Wahhab di daerahnya, amir Muhammad bin Sa'ud (masih belum Raja Saudi) mendatanginya dan menyambut dakwahnya.

5. Dakwah beliau di Dir'iyyah semakin diminati dan banyak yang berduyun-duyun belajar agama dengan aqidah tauhid. Muhammad bin Abdul Wahhab juga rajin menulis surat kepada para raja-raja kecil di tanah Arab untuk mengingatkan bahaya syirik dan bid'ah jika dibiarkan.

6. Karena takut kekuasaannya jatuh, penguasa Turki Utsmani beberapa kali mengirimkan pasukan untuk merebut wilayah Dir'iyyah. Mereka mengirim pasukan besar di bawah komando Muhammad Ali Basya (Gubernur Mesir) untuk menaklukkan Dir'iyyah beberapa kali, hingga akhirnya jatuh pada tahun 1233 H.

7. Banyak anggota keluarga dari Muhammad bin Abdul Wahhab dan Ibnu Sa'ud dieksekusi. Mereka dieksekusi hanya karena berdakwah tauhid. Jadi bukan Ibnu Sa'ud yang membantai Daulah Turki Utsmani yang notabene senang membangun kuburan jadi masjid. Turki Utsmani yang memulai perang.

8. Periode Daulah Su'udiyyah I (1151-1233 H) berakhir. Kemudian berdiri Daulah Su'udiyyah II (1240-1309 H), dan yang terakhir ialah Daulah Su'udiyyah III yang kemudian berganti nama menjadi Al Mamlakah Al 'Arabiyyah As Su'udiyyah (Kerajaan Arab Saudi) yang didirikan oleh Abdul Aziz bin Abdurrahman Al Saud (Bapak Raja-raja Saudi sekarang) pada tahun 1319 H hingga kini.

9. Keberadaan Jamiah Al Islamiyyah (Universitas Islam Madinah) merupakan bukti nyata yang tak bisa dimungkiri atas sumbangsih Kerajaan Arab Saudi untuk Islam dan kaum muslimin di seluruh dunia. Sejak berdirinya hingga sekarang sudah ribuan mahasiswa muslim dari seluruh penjuru dunia  yang mendapatkan beasiswa. Bukan hanya bebas biaya pendidikannya bahkan setiap bulannya mereka mendapat dana untuk membeli kitab dan kebutuhan sehari-hari lainnya yang jika dirupiahkan bukan terbilang sedikit.  Belum lagi, pada saat liburan pun mereka diberi kesempatan untuk pulang ke daerah masing-masing yang dijamin biaya transportasinya pulang pergi. Bayangkan jika diuangkan berapa milyar dolar yang telah dikeluarkan Kerajaan Arab Saudi demi tegaknya Universitas diniyyah yang bergengsi ini. Salah satunya tokoh NU Sa'id Aqil Siradj menikmati dari S1 sampai S3 (8 tahunan) fasilitas ini, begitu sekarang gelar DR nya dipakai untuk menyumpahi Wahhabi!

10. Upaya yang luar biasa demi kelancaran dan kenyamanan ibadah haji mereka lakukan tanpa pamrih tanpa berharap bayaran dari negara-negara asal jamaah. Mereka menyediakan fasilitas – fasilitas tanpa memungut biaya. Bandingkan di Indonesia masuk toilet SPBU saja ada kotaknya. Di Indonesia masuk Masjid saja ada kotak infaq. Bahkan ada yang pelit menutup masjid di luar jam shalat wajib.

11. Pada setiap kesempatan ibadah haji, pemerintah Saudi selalu membagikan buku bimbingan haji secara gratis. Berapa biaya yang telah mereka belanjakan untuk mencetak jutaan eksemplar buku ini? Hanya saja sangat disayangkan buku ini banyak yang dibuang karena hasutan dan isu tentang wahabi. Sangat disayangkan ketika ada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab selalu memberi peringatan kepada jamaah haji Indonesia agar tidak menerima buku-buku yang dibagikan gratis ini. Yang mereka lakukan ini bisa jadi terhitung sebagai upaya untuk menjauhkan orang untuk mendapat bimbingan ilmu yang berdasarkan Al Quran dan hadis.  Sungguh ironi sebuah upaya yang dapat menjauhkan manusia dari dakwah Islam.

12. Sebuah tulisan yang ditulis di Jamiah Islamiyah di Gazza oleh Mustofa Syaain, Asisten Profesor di bidang tarikh, dan Abdul Hamid Jamal Al Harrani  Ketua Bagian Tarikh, tentang upaya Saudi terhadap konflik Palestina telah menjadi saksi atas itu semua.  Dalam buku itu, penulis menyebutkan sebagai berikut, “Kerajaan Arab Saudi dari Raja, pemerintahan, dan rakyatnya telah melakukan pengorbanan yang tidak kecil dalam  upayanya yang sangat besar demi membela rakyat Palestina. Dan bantuan itu berdasarkan keimanan yang diyakini sebagai pelaksaan syariat. Kerajaan Arab Sadi telah menyumbangkan materi maupun personel perang bersama tentara mesir melawan kafir Yahudi. “

13. Belum lama ini ada seorang penulis, menulis persaksian tentang data kebaikan Arab Saudi yang  ia peroleh saat mendampingi kunjungan resmi Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin atas undangan Menteri Urusan Islam Arab Saudi al-Syeikh Shaleh bin Abdul Aziz Ali al-Syeikh ke Arab Saudi pada 15-20 Maret 2015, terutama saat mengunjungi Sultan bin Abdul Aziz Humanitarian City (SBAHC) di Riyadh. Ia mengatakan, “SBAHC tidak saja memberikan pelayanan kesehatan kepada penduduk berkebutuhan khusus, tetapi juga memberikan perumahan gratis kepada penduduk tak mampu, mengembangkan pendidikan dan berbagai program pemberdayaan lain yang tidak saja di Saudi, tetapi juga di luar negeri, termasuk Indonesia.” Salah satu contoh dari kerja filantropis Sultan adalah pembiayaan perlombaan menghafal Al Quran dan Hadis Nabi di Indonesia sejak 2006 hingga kini yang menelan biaya miliaran rupiah.

14. Demikian juga dengan gempa di Haiti 2010, Saudi menyumbang 50 juta dolar bagi dana penanggulangan darurat. Pada 2008, Saudi menyediakan dana segar senilai 500 juta dolar untuk Program Pangan Dunia dan dicatat sebagai kontribusi terbesar sejarah organisasi ini. Menurut situs Humanitarian News and Analysis (IRIN), Saudi menyumbang 70 persen dari donasi yang diperlukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menangani pengungsi konflik Irak sebesar 500 juta dolar dan menjadikan Saudi sebagai donator terbesar keempat setelah AS, Uni Eropa, dan Inggris (www.irin- news.org, 17/09/2014).

15. Pada 2013, Saudi mendonasikan 109 juta dolar untuk program kedaruratan kemanusiaan PBB dan banyak lagi bantuan kemanusiaan di bawah payung Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang dikeluarkan Saudi, seperti 50 juta dolar untuk kemanusiaan di Irak (2014) dan menjanjikan bantuan 500 juta dolar bagi kemanusiaan Irak melalui PBB. Hal serupa juga pada 2014, Saudi mendonasikan SR 1,8 miliar untuk proyek-proyek PBB di Irak, SR 750 juta kepada pengungsi Suriah, dan SR 1,8 miliar bagi proyek rekonstruksi Gaza (Arabnews). Kedermawanan Saudi jauh mengungguli Barat, apalagi bila disertakan sumbangsih partikelir dan volunteer rakyatnya yang tidak bisa didata.

16. Dalam grup WA ada yang pernah komentar bahwa Saudi tidak demokratis. Dari dulu dikuasai keluarganya. Saya balik tanya, Inggris itu bagaimana? Jepang itu bagaimana? Bahkan Kesultanan Jogja itu bagaimana? Yang saya tanya semua itu adalah bentuk monarki yang 'tidak demokratis' kenapa tidak dipermasalahkan?

17. Ada yang bilang lagi Wahhabi merusak budaya Islam. Bahkan rumah Nabi dihancurkan. Rumah Nabi yang mana? Yang di Madinah kan dekat masjid Nabawi, apakah jadi jelek? Kalo yang di Makkah, terus ada masalah dihancurkan? Karena jaman Nabi hidup saja rumah itu tidak beliau eman-eman.

18. Ada lagi Saudi antek Amerika, lihat ketika Obama datang ke Saudi pas adzan shalat Ashr berkumandang raja Salman dan rombongannya meninggalkan rombongannya Obama untuk shalat ashar, sehingga Obama dan rombongannya berdiri ngobrol sendiri menunggu Raja Salman selesai shalat, videonya tersebar di youtube, berani nggak presiden Indonesia melakukan itu? Jadi siapa yang kacungnya Amerika?

19. Ketika penyelenggaraan haji tidak pernah ada pejabat Saudi yang mengkorupsi dana itu, siapa yang mengkorupsi, menteri Indonesia sendiri kan?

20. Yang terbaru masalah Suriah di media di blow up Saudi tidak mau bantu coba buka situs ini: http://mysweetladyluck.blogspot.co.id/2016/04/sumbangsih-king-salman-untuk-pengungsi.html

Ternyata itu fakta Wahhabi dan Saudi. Bayangkan kalo negara itu anda yang pimpin bisa tidak, wong hafal qur'an saja tidak, sudah berani menjelekkan Saudi dan Muhammad bin Abdul Wahhab. Ternyata mereka dijelekkan hanya karena menegakkan TAUHID memberantas SYIRIK dan BID'AH. Sekarang penilaian terserah anda masih ikut pahamnya Inggris dan pengikut syirik dan bid'ah atau tabayyun dengan benar.

Kedungmaling, 15 Juli 2016

Sumber:
1. https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_bin_Abdul_Wahhab
2. http://mysweetladyluck.blogspot.co.id/2016/04/sumbangsih-king-salman-untuk-pengungsi.html
3. https://books.google.co.id/books?id=Px25CgAAQBAJ&pg=PA11&lpg=PA11&dq=sumbangsih+saudi&source=bl&ots=FNYJ1sFOC2&sig=SvxjTNugRsXjG9AM8MvOwqET_Q4&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=sumbangsih%20saudi&f=false

Rabu, 13 Juli 2016

Hadits ke-5 AMAL YANG TERTOLAK


عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللَّهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ، رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ، وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ: مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Dari Ummul Mu’minin Ummu Abdillah, Aisyah radhiallahu ‘anha, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengada-ngadakan dalam urusan kami (agama kami) sesuatu yang bukan merupakan perkara agama maka ia tertolak”.
(Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat Muslim: “Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak berdasarkan perintah kami maka ia tertolak“).

Hadits ini sungguh memiliki pembahasan yang panjang. Yang mana kaum muslimin terbagi dua kelompok besar dalam memahaminya. Membutuhkan kepala yang dingin dan hati terbuka untuk bisa menerima pemahaman hadits ini dengan benar. Kali ini saya tidak membahas secara rinci satu sisi dali pendalilan hadits ini, tapi saya akan bahasa dari dua sisi dan menimbang secara ilmiah dari dua kubu kaum muslimin dan bertentang dalam memahami hadits ini. Sehingga baca tulisan ini sampai akhirnya, jangan berhenti di sini.

Pembahasan hadits ini erat kaitannya dengan ayat al Qur'an berikut:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينً
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu." (QS Al Maidah: 3)

Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبْيٌّ قَبْلِي إِلاَّ كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَيُنْذِرُهُمْ شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ
"Sesungguhnya tidak seorang nabipun sebelumku kecuali wajib baginya untuk menunjukan umatnya kepada kebaikan yang ia ketahui bagi mereka dan mengingatkan umatnya dari kejelakan yang ia ketahui" (HR Muslim 3/1472 no 1844)

Seluruh kebaikan yang diketahui Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam maka wajib baginya untuk menyampaikannya kepada umatnya. Oleh karena itu jika seseorang menganggap bid’ah itu baik maka ia telah menuduh Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam telah berkhianat kepada Allah karena berarti ada syari’at yang diketahui oleh Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam namun tidak ia sampaikan kepada umatnya.

Sangat jelas dan gamblang bahwa urusan agama Islam sudah sempurna. Saat turun ayat ini tidak turun lagi ayat lain. Begitupun sunnah (contoh) dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam perkara syariat sudah sempurna.

Berkata Imam Malik rahimahullah:
مَنْ أَحْدَثَ فِي هَذِهِ الأُمَّةِ الْيَوْمَ شَيْئًا لَمْ يَكُنْ عَلَيْهِ سَلَفُهَا فَقَدْ زَعَمَ أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  خَانَ الرِّسَالَةَ لِأَنَّ اللهَ تَعَالىَ يَقُوْلُ ﴿ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْأِسْلامَ دِيناً﴾ (المائدة:3) فَمَا لَمْ يَكُنْ يَوْمَئِذٍ دِيْنًا لاَ يَكُوْنُ الْيَوْمَ دِيْنًا
“Barangsiapa yang mengada-adakan perkara yang baru di umat ini yang tidak pernah dilakukan oleh orang-orang terdahulu maka dia telah menuduh bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam telah mengkhianati risalah Allah karena Allah telah berfirman :
﴿ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْأِسْلامَ دِيناً﴾ (المائدة:3)
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu”(QS. 5:3)
Maka perkara apa saja yang pada hari itu (pada masa Rasulullah) bukan merupakan perkara agama maka pada hari ini juga bukan merupakan perkara agama.” (Al-Ihkam, karya Ibnu Hazm 6/255)

Sesuatu yang sempurna tidak butuh penambahan dan pengurangan. Jika ada hal baru yang membutuhkan dalil syar'i maka cukup merujuk dari dalil al Qur'an dan as Sunnah yang sudah ada dengan pemahaman para shahabat radhiyallahu 'anhum ajma'in dan para ulama ahlus sunnah wal jama'ah sebagai pewaris Nabi.

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلاَمِىْ اَنَّهُ سَمِعَ الْعِرْباَضَ بْنَ سَارِيَّةِ قَالَ وَعَظَناَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَلَيْكُمْ بِمَا عَرَفْتُمْ مِنْ سُنَّتـِىْ وَسُنَّةِ الْخُلَفاَءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْمُهْدِيِّـْينَ (مسند احمد بن حنبل ص 16519 )

Dari Abd Rohman bin Amr al-Sulami, Sesungguhnya ia mendengar al-Irbadh bin Sariyah berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. menasehati kami, Kalian wajib berpegang teguh pada sunnahku (apa yang aku ajarkan) dan perilaku al-Khulafa’ al-Rasyidin yang mendapatkan petunjuk). (Musnad Ahmad Bin Hambal, 16519)

Juga hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang tiga generasi utama, dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhuma, bahwa dia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرَ أُمَّتِـي قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

“Sebaik-baik umatku adalah pada masaku. Kemudian orang-orang yang setelah mereka (generasi berikutnya), lalu orang-orang yang setelah mereka.” (Shahih Al-Bukhari, no. 3650)

Pada masa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah para shahabat radhiyallahu 'anhum ajma'in yang disepakati ulama ahlus sunnah tidak ada celah dan cacat pada mereka. Para shahabat adalah mereka yang beriman dan bertemu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Generasi berikutnya adalah tabi'in yaitu mereka yang beriman dan bertemu dengan para shahabat. Lalu disusul generasi tabi'ut tabi'in yaitu mereka yang beriman dan bertemu dengan tabi'in. Dari dua generasi terakhir muncullah para imam Madzhab, dan dari mereka diteruskan oleh para muridnya para imam ahlul hadits dan para 'ulama ahlus sunnah wal jama'ah yang sanadnya tersambung sampai sekarang.

Jika suatu amalan agama tidak ada rujukan sebagaimana di atas maka itu termasuk perkara baru dalam agama, dan itu dihukumi bid'ah dan hukum bid'ah sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam jelaskan:

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. Muslim no. 867)

Dan banyak hadits lainnya sehubungan dengan ini. (Bisa dicek: https://muslim.or.id/11456-hadits-hadits-tentang-bidah.html)

Sekarang masuk dalam pembahasan perbedaan dalam memahami bid'ah. Kaum muslimin terutama di masa ini terbagi menjadi dua kelompok besar dalam memahami bid'ah. Yang pertama meyakini ada bid'ah dalam agama ada yang hasanah (baik) dan sejenisnya. Yang kedua meyakini bahwa bid'ah dalam agama ini pasti sesat.  Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّيْنَ الرَّاشِدِيْنَ تَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

((…karena seseungguhnya barang siapa diantara kalian yang hidup sepeninggalku maka dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnah-sunnahku dan sunnah para Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah-sunnah tersebut dengan geraham kalian. Dan hati-hatilah kalian terhadap perkara-perkara yang baru karena setiap bid’ah adalah kesesatan)) (HR Abu Dawud 4/200 no 4607 dan adalah lafal Abu dawud, Al-Hakim 1/174 dan beliau berkata, “Ini adalah hadits yang shahih yang tidak ada ‘illahnya”, Ibnu Hibban 1/180).

Ingat, pembahasan kita tidak membahas bid'ah di luar agama. Seperti pesawat, handphone, speaker, dan bid'ah (hal baru) duniawiyah lainnya. Yang dibahas adalah bid'ah dalam segi amalan ibadah.

1. Kelompok yang meyakini ada bid'ah hasanah dalam agama

Pada dasarnya kelompok ini memiliki dalil adanya bid'ah hasanah sebagai berikut:

a. Kalimat KULLU tidak berarti semua, ada sebagian yang tidak termasuk.

b. Di jaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam Bilal bin Rabah melakukan shalat sunnah setelah wudlu, padahal Nabi tidak mencontohkan, diperbolehkan bahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi w sallam mendengar terompah Bilal di surga karenanya.

c. Di jaman para shahabat radhiyallahu 'anhum ajma'in mereka melakukan bid'ah hasanah sebagai berikut: Abu Bakr sh Shidq radhiyallahu 'anhu mengumpulkan ayat-ayat al Qur'an yang tersebar menjadi satu mushaf al Qur'an, Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu melaksanakan shalat tarawih berjama'ah bahkan beliau mengucapkan "ini adalah sebaik-baik bid'ah" dan di masa beliau juga hadits berdasar atsar, Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu menyatukan cara baca al Qur'an dengan dialek Quraisy dan membakar mushaf sebelumnya sehingga sampai dikenal di masa sekarang sampai akhir jaman dengan mushaf Utsmany, di jaman Utsman radhiyallahu 'anhu ada bid'ah hasanah adzan Jumat dua kali untuk mengumpulkan kaum muslimin sebelum khatib naik mimbar.

d. Di jaman tabi'in dan tabi'ut tabi'in ada bid'ah hasanah menulis hadits sesuai bab seperti Ibnu Juraij, Hasyim, Malik, Ma’mar, dan anak (Ibnu) al-Mubarak.

e. Imam Madzhab membolehkan adanya bid'ah hasanah. Contohnya imam Syafi'i dalam definisi bid'ah menulis bahwa bid'ah hasanah ada. Tapi beliau juga mencatatkan bahwa tidak boleh bertentangan dengan al Qur'an dan as Sunnah.

Jika amalan mereka di atas adalah bi'ah hasanah, maka kita cukupkan mencontoh amalan mereka. Karena mereka lebih paham Islam daripada siapa pun di jaman kita sekarang. Sehingga siapa pun yang membuat amalan baru di jaman ini yang dianggap bid'ah hasanah, kompetensinya jauh dari mereka di atas,

Dan banyak dalil lain yang tidak perlu saya sebutkan di sini. Yang pada intinya kelompok ini memiliki dalil bahwasanya bid'ah hasanah dibolehkan. Dampaknya banyak amalan-amalan baru yang tersebar di kaum muslimin. Mereka terbagi menjadi tarekat-tarekat, organisasi-organisasi, dan bahkan satu kyai dengan kyai lainnya memiliki amalan yang berbeda-beda. Ini hasanah (baik) menurut mereka.

Perbedaan antara amalan ijtihadiyah dengan amalan bid'ah dan sunnah insyaAllah akan saya bahas di kesempatan lain. Tapi yang seringkali menjadi perdebatan sengit adalah amalan-amalan berikut ini: yasinan, tahlilan, khaul, baca yasin dan tahlil di kuburan, nisfu sya'ban, rabu wekasan, mengirim pahala bacaan al Qur'an kepada ruh dan sejenisnya.

Dari syubhat di atas saya hanya memberikan pertanyaan sederhana kepada mereka yang meyakini bahwa amalan mereka bid'ah hasanah.

1) Sudah sepakat bahwa Nabi kita adalah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Kenapa Nabinya satu amalannya sangat berbeda (bahkan ada Islam Nusantara) dan bertentangan satu dengan lainnya setelah mereka melegalkan bi'ah hasanah? Lebih bagus mana ketika amalan ummat Islam dalam ibadah -nya sesuai contoh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dibanding melakukan inovasi amalan baru?

2) Jika mereka atau anda meyakini bahwa amalan bid'ah hasanah anda sesuai dengan madzhab Syafi'i (saya pilih madzhab ini karena banyak dijadikan alasan bagi yang membolehkan bid'ah hasanah) tunjukkan dalil bahwa imam Syafi'i rahimahullah mengajarkan amalan bid'ah hasanah itu sebagaimana beliau mengajarkan cara shalat, puasa bahkan cara adzan. Adakah di dalam kitab imam Syafi'i (bukan kitab orang yang mengaku madzhab Syafi'i) amalan bid'ah hasanah yang dikerjakan banyak orang sekarang?

Dua pertanyaan di atas harus jujur anda tanyakan pada diri anda sendiri.

2. Kelompok yang meyakini tidak ada bid'ah hasanah dalam agama ini

Sudah jelas bahwa kelompok ini memegang teguh ajaran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Sangat banyak pembahasan ini. Saya nukilkan dari tulisan Syaikh Fauzan rahimahullah berikut ini yang artinya:
"Segala bentuk bid’ah dalam Ad-Dien hukumnya adalah haram dan sesat, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Janganlah kamu sekalian mengada-adakan urusan-urusan yang baru, karena sesungguhnya mengadakan hal yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat”. [Hadits Riwayat Abdu Daud, dan At-Tirmidzi ; hadits hasan shahih].
Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa mengadakan hal yang baru yang bukan dari kami maka perbuatannya tertolak”.
Dan dalam riwayat lain disebutkan :
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa beramal suatu amalan yang tidak didasari oleh urusan kami maka amalannya tertolak”.
Maka hadits tersebut menunjukkan bahwa segala yang diada-adakan dalam Ad-Dien (Islam) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat dan tertolak.
Artinya bahwa bid’ah di dalam ibadah dan aqidah itu hukumnya haram.
Tetapi pengharaman tersebut tergantung pada bentuk bid’ahnya, ada diantaranya yang menyebabkan kafir (kekufuran), seperti thawaf mengelilingi kuburan untuk mendekatkan diri kepada ahli kubur, mempersembahkan sembelihan dan nadzar-nadzar kepada kuburan-kuburan itu, berdo’a kepada ahli kubur dan minta pertolongan kepada mereka, dan seterusnya. Begitu juga bid’ah seperti bid’ahnya perkataan-perkataan orang-orang yang melampui batas dari golongan Jahmiyah dan Mu’tazilah. Ada juga bid’ah yang merupakan sarana menuju kesyirikan, seperti membangun bangunan di atas kubur, shalat berdo’a disisinya. Ada juga bid’ah yang merupakan fasiq secara aqidah sebagaimana halnya bid’ah Khawarij, Qadariyah dan Murji’ah dalam perkataan-perkataan mereka dan keyakinan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan ada juga bid’ah yang merupakan maksiat seperti bid’ahnya orang yang beribadah yang keluar dari batas-batas sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan shiyam yang dengan berdiri di terik matahari, juga memotong tempat sperma dengan tujuan menghentikan syahwat jima’ (bersetubuh).
Catatan :
Orang yang membagi bid’ah menjadi bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah syayyiah (jelek) adalah salah dan menyelesihi sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Artinya : Sesungguhnya setiap bentuk bid’ah adalah sesat”.
Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menghukumi semua bentuk bid’ah itu adalah sesat ; dan orang ini (yang membagi bid’ah) mengatakan tidak setiap bid’ah itu sesat, tapi ada bid’ah yang baik !
Al-Hafidz Ibnu Rajab mengatakan dalam kitabnya “Syarh Arba’in” mengenai sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Setiap bid’ah adalah sesat”, merupakan (perkataan yang mencakup keseluruhan) tidak ada sesuatupun yang keluar dari kalimat tersebut dan itu merupakan dasar dari dasar Ad-Dien, yang senada dengan sabdanya : “Artinya : Barangsiapa mengadakan hal baru yang bukan dari urusan kami, maka perbuatannya ditolak”. Jadi setiap orang yang mengada-ada sesuatu kemudian menisbahkannya kepada Ad-Dien, padahal tidak ada dasarnya dalam Ad-Dien sebagai rujukannya, maka orang itu sesat, dan Islam berlepas diri darinya ; baik pada masalah-masalah aqidah, perbuatan atau perkataan-perkataan, baik lahir maupun batin.
Dan mereka itu tidak mempunyai dalil atas apa yang mereka katakan bahwa bid’ah itu ada yang baik, kecuali perkataan sahabat Umar Radhiyallahu ‘anhu pada shalat Tarawih : “Sebaik-baik bid’ah adalah ini”, juga mereka berkata : “Sesungguhnya telah ada hal-hal baru (pada Islam ini)”, yang tidak diingkari oleh ulama salaf, seperti mengumpulkan Al-Qur’an menjadi satu kitab, juga penulisan hadits dan penyusunannya”.
Adapun jawaban terhadap mereka adalah : bahwa sesungguhnya masalah-masalah ini ada rujukannya dalam syari’at, jadi bukan diada-adakan. Dan ucapan Umar Radhiyallahu ‘anhu : “Sebaik-baik bid’ah adalah ini”, maksudnya adalah bid’ah menurut bahasa dan bukan bid’ah menurut syariat. Apa saja yang ada dalilnya dalam syariat sebagai rujukannya jika dikatakan “itu bid’ah” maksudnya adalah bid’ah menurut arti bahasa bukan menurut syari’at, karena bid’ah menurut syariat itu tidak ada dasarnya dalam syariat sebagai rujukannya.
Dan pengumpulan Al-Qur’an dalam satu kitab, ada rujukannya dalam syariat karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan penulisan Al-Qur’an, tapi penulisannya masih terpisah-pisah, maka dikumpulkan oleh para sahabat Radhiyallahu anhum pada satu mushaf (menjadi satu mushaf) untuk menjaga keutuhannya.
Juga shalat Tarawih, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat secara berjama’ah bersama para sahabat beberapa malam, lalu pada akhirnya tidak bersama mereka (sahabat) khawatir kalau dijadikan sebagai satu kewajiban dan para sahabat terus sahalat Tarawih secara berkelompok-kelompok di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup juga setelah wafat beliau sampai sahabat Umar Radhiyallahu ‘anhu menjadikan mereka satu jama’ah di belakang satu imam. Sebagaimana mereka dahulu di belakang (shalat) seorang dan hal ini bukan merupakan bid’ah dalam Ad-Dien.
Begitu juga halnya penulisan hadits itu ada rujukannya dalam syariat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan untuk menulis sebagian hadits-hadist kepada sebagian sahabat karena ada permintaan kepada beliau dan yang dikhawatirkan pada penulisan hadits masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara umum adalah ditakutkan tercampur dengan penulisan Al-Qur’an. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat, hilanglah kekhawatiran tersebut ; sebab Al-Qur’an sudah sempurna dan telah disesuaikan sebelum wafat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka setelah itu kaum muslimin mengumpulkan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagai usaha untuk menjaga agar supaya tidak hilang ; semoga Allah Ta’ala memberi balasan yang baik kepada mereka semua, karena mereka telah menjaga kitab Allah dan Sunnah Nabi mereka Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar tidak kehilangan dan tidak rancu akibat ulah perbuatan orang-orang yang selalu tidak bertanggung jawab.
(Sumber: https://almanhaj.or.id/439-pengertian-bidah-macam-macam-bidah-dan-hukum-hukumnya.html)

Demikian tulisan saya mengenai hadits kelima Arba'in Nawawi. Semoga kita mendapatkan hidayah Sunnah dan selalu memurnikan agama Islam ini. Aamiin.

Wallahu a'lam bish shawab.

Kedungmaling, 14 Juli 2016

Wirawan

InsyaAllah akan saya sajikan di kajian ba'da Shubuh di Masjid Al Basith Kenanten Puri Ahad ini tanggal 17 Juli 2016.

Selasa, 12 Juli 2016

HADITS KEEMPAT Nasib Manusia Telah Ditetapkan (Plus kisah duel Khalid vs Gregorius)



عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ   ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ      أَوْ سَعِيْدٌ.    فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ  الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا                             
[رواه البخاري ومسلم]

Terjemah Hadits / ترجمة الحديث :

Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radiallahuanhu beliau berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan : Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara : menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada Ilah selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. Dan sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga  maka masuklah dia ke dalam surga.
(Riwayat Bukhori dan Muslim)


    Hadits ini dimulai oleh Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu dengan mengatakan "beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan" salah satu kemungkinannya adalah berita yang akan disampaikan belum bisa terbukti di jaman itu. Hal yang akan disampaikan baru terbukti 14 abad kemudian di jaman teknologi sudah canggih dan fakta ilmu kedokteran jauh lebih canggih. Ilmu yang beliau sampaikan adalah proses penciptaan manusia.

    Diawali dengan berita dikumpulkannya mani (nutfah) dalam perut/kandungan ibu selama 40 hari. Lalu menjadi 'alaqah (segumpal darah) selama 40 hari juga. Penggunaan kata 'alaqah cukup menarik, karena kata ini sama dengan kata lintah dalam bahasa Arab. Dan secara ilmu kedokteran bentuk dan ukuran 'alaqah (segumpal darah) sama persis dengan lintah. Lalu menjadi mudhghoh (daging) selama 40 hari juga. Jadi total usia bakal janin manusia 120 hari sebelum ditiupkannya ruh.

    Setelah sempurna 120 hari Allah mengirimkan seorang malaikat untuk meniupkan ruh. Bagaimana cara meniup dan bagaimana ruh itu tidak perlu diperdalam pembahasannya, karena ruh adalah urusan Allah azza wa jalla yang kita hanya diberi sedikit ilmu tentangnya. Sebagaimana firman Allah berikut ini:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakan: Roh itu dari perkara urusan Tuhanku dan kamu tidak diberikan ilmu pengetahuan melainkan sedikit sahaja.” [al-Israa’ : 85]

    Dalam penciptaan manusia Allah mengirim seorang malaikat untuk meniupkan ruh. Ketika manusia meninggal Allah mengirim dua malaikat, yang satu menarik ruh dan yang satu menadahi ruh itu. Dan malaikat maut punya banyak rekan yang ditugaskan membantu dlam mencabut nyawa. Sebagaimana penjelasan berikut:

"Dalam al-Quran, Allah menjelaskan bahwa malaikat maut memiliki banyak rekan di kalangan malaikat ketika mematikan para hamba Allah.
وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَيُرْسِلُ عَلَيْكُمْ حَفَظَةً حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لا يُفَرِّطُونَ
Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat- Malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya. (QS. Al-An’am: 61)

Ibnu Katsir menjelaskan, bahwa makna ’ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami adalah bahwa ada banyak malaikat yang ditugaskan untuk mewafatkan.
Kemudian al-Hafidz Ibnu Katsir membawakan riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
قال ابن عباس وغير واحد: لملك الموت أعوان من الملائكة، يخرجون الروح من الجسد، فيقبضها ملك الموت إذا انتهت إلى الحلقوم
Ibnu Abbas dan ulama lainnya mengatakan, ”Malaikat maut memiliki beberapa teman di kalangan malaikat. Mereka mengeluarkan ruh dari jasad. Hingga ketika ruh sudah mencapai tenggorokan, malakul maut yang mencabutnya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/267).

Dalil lain yang menunjukkan bahwa malakul maut (malaikat pencabut nyawa) ditemani banyak malaikat ketika mematikan manusia, adalah hadis dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا كَانَ فِي انْقِطَاعٍ مِنْ الدُّنْيَا وَإِقْبَالٍ مِنْ الْآخِرَةِ نَزَلَ إِلَيْهِ مَلَائِكَةٌ مِنْ السَّمَاءِ بِيضُ الْوُجُوهِ كَأَنَّ وُجُوهَهُمْ الشَّمْسُ مَعَهُمْ كَفَنٌ مِنْ أَكْفَانِ الْجَنَّةِ وَحَنُوطٌ مِنْ حَنُوطِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَجْلِسُوا مِنْهُ مَدَّ الْبَصَرِ ثُمَّ يَجِيءُ مَلَكُ الْمَوْتِ عَلَيْهِ السَّلَام حَتَّى يَجْلِسَ عِنْدَ رَأْسِهِ
"Sesungguhnya hamba yang beriman ketika hendak meninggalkan dunia dan menuju akhirat, turunlah malaikat dari langit, wajahnya putih, wajahnya seperti matahari. Mereka membawa kafan dari surga dan hanuth (minyak wangi) dari surga. Merekapun duduk di sekitar mayit sejauh mata memandang. Kemudian datanglah malaikat maut ‘alaihis salam. Dia duduk di samping kepalanya." (HR. Ahmad 18543, Abu Daud 4753, dishahihkan Syuaib al-Arnauth dan al-Albani)
Sumber: https://konsultasisyariah.com/22748-bagaimana-malaikat-maut-mencabut-ratusan-nyawa-dalam-satu-waktu.html"

    Kembali ke pembahasan setelah malaikat meniupkan ruh, dia diperintahkan Allah "menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya". Dengan mengetahui ini cukuplah manusia zuhud terhadap dunia yang fana ini. Karena perkara kehidupannya di dunia sudah ditentukan. Akan tetapi manusia memiliki kehendak untuk menentukan pilihan. Seperti memilih kehidupan dunia atau akhirat. Sebagaimana firman Allah azza wa jalla:
مَنْ يُرِيدُ الدُّنْيَا وَمِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الآخِرَةَ
"Di antara kamu ada orang yang menghendaki dunia dan diantara kamu ada pula orang yang menghendaki akhirat" (QS Ali Imran: 152)

    Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melanjutkan bersabda, "Demi Allah yang tidak ada Ilah selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka." Dengan beliau bersumpah menunjukkan hal yang akan beliau sampaikan adalah hal yang amat penting. Di saat manusia mulai yang kafir sampai yang mukmin mengakui bahwa Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah AL AMIN, yaitu orang yang jujur tidak pernah bohong sekalipun, masih bersumpah untuk menyampaikan hal yang akan beliau terangkan. Amalan baik bukanlah hal yang patut dibanggakan. Dan bukanlah hal yang patut dijadikan sandaran apalagi keyakinan bahwa amalannya diterima Allah subhanahu wa ta'ala sehingga membuat seseorang khusnul khatimah. TIDAK semudah itu. Karena selamat dan celakanya seseorang dilihat akhir amalnya. Di saat surga hanya berjarak sehasta (sekitar 45cm), tapi dia didahului ketetapan Allah azza wa jalla membuatnya masuk neraka.

    Tercatat dalam sejarah Islam beberapa kisah mereka yang su'ul khatimah padahal kemuliaan Islam sudah sempat mereka rengkuh. Ubaidullah bin Jahsy, suami dari Ummu Habibah (nantinya jadi isteri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam), seorang Nasrani mendapat seberkas cahaya hidayah akhirnya masuk Islam. Cobaan berat awal mereka masuk Islam membuat mereka berhijrah ke Habasyah. Ketika di Habasyah cobaan keimanan melanda. Ubaidullah berbincang dengan isterinya bahwa hatinya terpanggil kembali memeluk agama Nasrani. Isterinya mengingatkan dengan penuh kelembutan bahwa jangan sampai membuang hidayah Islam yang sudah dia dapatkan. Ubaidullah tidak bia bertahan. Kembalilah ia memeluk agama Nasrani. Para shahabat yang lainnya sangat menyayangkan langkahnya.Setelah memeluk Nasrani kembali, hari-harinya dipenuhi dengan minum khamr sampai ajal menjemputnya dalam keadaan habis menenggak khamr.

    Di jaman pemerintahan Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu cahaya Islam meluas melintasi langit dataran Arab. Tatkala penyerbuan ke benteng Romawi tercatatlah kisah buruk kehidupan seorang pengahafal Qur'an yang juga seorang tabi'in. Dalam peperangan terdapat Abdah bin Abdurrahim, dengan menyabetkan pedangnya ke sana ke mari dalam kancah pertempuran dalam perebutan Romawi dia sudah mengirimkan banyak pasukan kafir untuk terjerembab masuk neraka. Kemalangannya dimulai tatkala dia melihat sosok wanita cantik rupawan di balik benteng kokoh Kaisar Romawi. Kecantikan wanita itu menusuk hatinya dan membuatnya mengirim surat kepadanya dan menyatakan ingin merasakan kelembutan dan kasih sayang wanita pujaannya. Gayung bersambut, Abdah menerima balasan suratnya, tapi jawabannya "Kamu masuk ke dalam agama Nashrani lalu kamu naik menemuiku”.

    Syahwat dan birahi Abdah telah menutup akal sehatnya. Tidak lama untuknya memutuskan membuang hidayah Islam dan menyatakan memeluk agama Nasrani. Seorang prajurit penghafal Qur'an membuang imannya begitu saja hanya untuk menikmati kecantikan seorang wanita. Menikahlah dia di dalam benteng. Kaum muslimin yang menyaksikan ini sangat terguncang. Bagaimana mungkin? Bagaimana bisa seorang hafidz yang hatinya dipenuhi Al-Qur’an meninggalkan Allah.

    Ketika dibujuk untuk taubat ia tak bisa. Ketika ditanyakan kepadanya, “Dimana Al Quran mu yang dulu???”

    Ia menjawab, “Aku telah lupa semua isi Al Quran kecuali dua ayat saja yaitu :
رُبَمَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ كَانُوا مُسْلِمِينَ
“Orang-orang yang kafir itu seringkali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim.”
ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ ۖفَسَوْفَ يَعْلَمُونَ
“Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka). (QS. Al Hijr: 2-3).

    Seolah ayat ini adalah hujjah untuk dirinya, kutukan sekaligus peringatan Allah yang terakhir namun tak digubrisnya. Dan ia bahagia hidup berlimpah harta dan keturunan bersama kaum Nasrani. Dalam keadaan seperti itulah hingga ajal menjemputnya. Mati dalam keadaan di luar agama Islam.

    Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian melanjutkan, "Dan sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga  maka masuklah dia ke dalam surga." Dalam menjelaskan hadits ini saya bawakan kisah mulia seorang shahabat yang syahid padahal belum pernah shalat dan seorang panglima perang Romawi yang menerima hidayah iman melintasi baju besinya.

    Kisah Ushairim bani Abdul Asyhal, yaitu Amr bin Tsabit al Waqsy, adalah salah satu kisah mulia perjalanan anak manusia menjemput panggilan Tuhannya. Panggilan hatinya untuk memeluk agama Islam tidak terbendung ketika akan pecah perang Uhud. Dia memacu kudanya dan sembunyi-sembunyi menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dari pihak kafir maupun muslim tidak banyak yang tahu keislamannya. Sampai setelah perang Uhud reda, tatkala para shahabat mengorek tumpukan mayat para syuhada mereka menemukan sesosok Amr yang tubuhnya penuh luka tusukan meregang nyawa.

    Mereka berkata, “Demi Allah! Sesungguhnya lelaki ini adalah Ushairim. Apakah yang menyebabkan ia datang kemari? Kami telah meninggalkannya dan ia tidak mau memeluk Islam.”

    Mereka pun menanyakan kepada Ushairim mengenai dininya, “Apakah yang menyebabkan engkau kemari, hai Amr? Apakah karena kasihan terhadap kaummu atau karena rasa cintamu kepada Islam?”.

    Jawab Ushairim, “Kareña rasa cinta kepada Islam. Aku telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan aku telah memeluk Islam. Lalu aku mengambil pedangku dan berangkat menyertai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Selanjutnya aku berperang hingga terjadi keadaan seperti ini.”

    Tidak lama. kemudian, ia pun meninggal dunia di pangkuan mereka. Kemudian mereka menceritakan apa yang telah terjadi kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan beliau menjawab, “Sesungguhnya Ia adalah dari kalangan ahli Jannah.”  (Demikian tercantum dalam kitab al Bidayah (4/37)) Dan Amr adalah shahabat yang belum pernah shalat tapi masuk surga.

    Berikutnya kisah yang tak kalah serunya. Bagaimana seorang panglima perang Romawi memeluk Islam hanya dengan percakapan singkat dari Khalid bin Walid radhiyallahu 'anhu. Dia adalah Gregorius Theodorus, seorang panglima perang Romawi yang sangat mencintai kaumnya. Sehingga ketika istirahat, Gregorius memacu kudanya ke tengah medan perang Yarmuk. Dipanggilnya panglima "pedang Allah" Khalid bin Walid, seorang panglima perang yang tidak pernah kalah dalam pertempuran baik ketika masih kafir ataupun sesudah beriman. Saat itu pasukan kafir Romawi berjumlah 240.000 personel sedangkan pihak muslim hanya 40.000 pasukan.

    Panggilan duel disambut Khalid dengan memacu kudanya ke arah panglima yang diandalkan pihak lawan. Ribuan pasukan yang sedang istirahat pun melihat pertemuan kedua panglima dari masing-masing pihak. Pihak Romawi merasa unggul dengan turunnya Gregorius, diharapkan duel ini bisa menjatuhkan mental tentara muslim setelah sesi perang sebelumnya dimenangkan pihak muslim. Pihak pasukan muslim tidak kalah bersemangatnya melihat Khalid di atas kudanya dengan debu padang pasir mengiringi laju kudanya. Ketika bertemu di tengah-tengah mereka turun dari kuda mereka dan siap duel.

    Duel berlangsung dengan sengitnya, tombak besi Gregorius berputar dan menusuk ke titik yang mematikan. Khalid tak kalah sigapnya menghindari ujung tombak dengan meliuk, berputar dan menebaskan pedangnya. Pertarungan satu lawan satu itu terjadi, disaksikan oleh kubu kedua belah pihak. Dalam duel maut itu, tombak Gregorius patah terkena sabetan pedang Khalid. Luar biasa, rasa takjub begitu saja muncul di benak Gregorius, betapa tidak! Tombak bergagang baja itu rontok oleh sabetan pedang Khalid, padahal sepanjang pertempuran yang dipimpinnya tombak itu menjadi tumpuan pertahanan dirinya. Kepiawaian Khalid memainkan pedangkah? Tenaganya yang kuatkah? Atau memang benar pedangnya diturunkan dari langit? Rasa penasaran panglima Romawi ini makin menjadi-jadi. Dia seperti baru menemukan lawan tanding yang setimpal.

    Pedang besar Gregorius dikeluarkan untuk menghadapi Khalid. Namun, Gregorius merasa Khalid selalu memberinya kesempatan untuk mengelak. Untuk kedua kalinya Gregorius merasa kagum kan sikap patriot Khalid yang saat itu sebenarnya sudah menang. Khalid bisa saja melibas lawannya saat itu yang sedang lemah. Tapi kegarangan Khalid di medan perang tidak menutupi kelembutan sikap ksatrianya.

    Ketika kedua pedang mereka bertemu dan saling menekan, Gregorius pun bertanya kepada lawan tandingnya dan terjadilah percakapan yang tercatat dengan tinta emas dalam sejarah dunia.

"Ya Khalid, coba katakan dengan sebenar-benarnya dan jangan bohongi saya. Apakah benar Allah telah turun kepada Nabi anda dengan membawa pedang dari langit, lalu menyerahkannya kepada anda, sehingga anda memperoleh julukan "Pedang Allah"? Saya tahu setiap anda mencabut pedang itu, maka tidak ada lawan yang tidak tunduk!"

"Semua itu tidak benar!" tukas Khalid dengan singkat seraya tetap mempermainkan pedangnya untuk menangkis serangan pedang panglima Gregorius.

"Lantas mengapa anda dijuluki Pedang Allah?" tanya Gregorius lagi.

Dan bagaikan tumbuh saling pengertian, keduanya kemudian menghentikan ayunan pedang. Keduanya tegak berhadapan di tengah laga, masih tetap bersiaga, dan meneruskan dialog. "Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Mulia mengutus seorang Nabi kepada kami. Semula kami menentangnya dan memusuhinya. Sebagian dari kami beriman dan mengikutinya. Saya termasuk pihak yang mendustainya dan memusuhinya, tetapi kemudian Allah menurunkan hidayah ke dalam hatiku. Sayapun beriman dan menjadi pengikutnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam  berkata kepadaku: 'Ya Khalid, engkau adalah sebuah pedang di antara sekian banyak pedang Allah yang terhunus untuk menghadapi kaum musyrikin!' Ia mendoakan saya supaya tetap menang. Sebab itulah aku dijuluki 'Pedang Allah' ..." Khalid menuturkan apa adanya.

"Saya menerima keterangan anda itu dan tidak lagi percaya dengan segala legenda tentang diri anda," ujar Gregorius yang kemudian meneruskan pertanyaannya. "Di dalam tugas dakwah anda, apa sajakah yang anda sampaikan?"

"Mengakui bahwa tiada yang patut disembah selain Allah, dan mengakui bahwa Muhammad itu Rasul Allah, dan berikrar dalam hati bahwa ajarannya itu datang dari Allah."

"Jika seseorang tidak bersedia menerimanya?"

"Membayar jizyah, mengakui kepemimpinan Islam, dan setelah itu kami berkewajiban menjamin hak miliknya, jiwanya dan juga kepercayaan, keyakinan, agama yang dianutnya!"

"Jika ia tetap tidak mau menerimanya?"

"Pilihan akhir adalah perang, dan kami siap untuk itu!" jawab Khalid singkat-singkat, jelas dan tegas.
Sementara di kedua kubu pasukan yang masih bertanya-tanya tentang apa yang tengah terjadi di dalam perang tanding itu, panglima Gregorius meneruskan lagi dialognya, "Bagaimanakah kedudukan seseorang yang menerima Islam pada pilihan pertama pada hari ini?"

"Kedudukan dan derajat bagi kami hanya satu di antara dua, yaitu apa yang ditetapkan oleh Allah. Mulia atau hina. Tak peduli ia menerima Islam lebih dulu atau belakangan!"

"Jadi, orang yang menerima Islam pada hari ini, ya Khalid, apakah sama kedudukannya dengan yang lain dalam segala hal?" "Ya, Anda benar!" "Mengapa bisa sama ya Khalid? Padahal anda sudah lebih dulu Islam dari padanya?"

"Kami memeluk Islam dan mengikat bai'at dengan Rasul Muhammad 'alaihi wa sallam. Ia hidup bersama kami, dan kami menyaksikan kebesaran dan mu'jizat-mu'jizatnya, hingga beliau wafat. Sedangkan orang yang menerima Islam pada hari ini, tidak pernah berjumpa dengan beliau dan tidak pernah menyaksikan semua itu. Jika orang itu menerima Islam dan menerima kerasulan Muhammad dan pembenarannya itu jujur serta ikhlas, maka sesungguhnya ia jauh lebih mulia dari pada kami!"

"Ya Khalid, keterangan anda sangat benar! Anda tidak menipu, tidak berlebih-lebihan dan tidak membujuk. Demi Allah, saya menerima Islam pada pilihan pertama!"

Pembicaraan itu disaksikan ratusan ribu pasukan Muslim dan Romawi. Pasukan Romawi terkejut dan panik, dan serunai perang pun ditiup guna mempersiapkan serangan besar-besaran terhadap pertahanan umat Islam. Sementara Panglima Gregorius bersyahadat dan minta pengajaran Islam di dalam kemah Khalid. Setelah itu Khalid memerintahkan shahabat barunya, Gregorius, untuk mandi sebagai amalan setelah bersyahadat. Untuk pertama kalinya ia melaksanakan sendi ajaran Islam yang kedua, shalat dua rakaat!
Pertempuran terus berkecamuk, berlangsung dua hari, medan laga bersimbah darah. Pasukan Romawi saat itu merasakan pedihnya kekalahan. Mereka kehilangan 50.000 prajuritnya. Prajurit yang selamat lari kocar-kacir ke Damaskus, Antokiah dan ada yang ikut Kaisar Heraclius ke Constatinopel. Pedih juga menghampiri Khalid bin Walid di bukit berbatu. Gregorius yang setelah menyatakan keislamannya ikut membantu pasukan Muslim terbunuh oleh pedang Margiteus yang sebelumnya adalah pasukannya.
Gregorius telah syahid. Panggilan fitrah telah membimbingnya kepada Islam. Kepada iman yang benar. Gregorius tak membutuhkan diskusi yang bertele-tele dan melelahkan untuk menerima Islam. Keberanian, kejujuran, sportifitasnya dan kehebatan strategi perang Khalid telah membawanya kepada pintu gerbang hidayah Islam. Pertemanannya dengan Khalid bin Walid sangat singkat. Namun hal itu terjadi seperti ikan bertemu dengan airnya kembali.

Sungguh, semoga kita semua terjaga iman kita, dan semoga saya sekeluarga dan pembaca semuanya meninggal dengan membawa iman, Islam dan ihsan dalam keadaan khusnul khatimah. Aamiin.

Disampaikan dalam kajian ba'da shubuh di masjid al Basith Kenanten Puri. Ahad, 10 Juli 2016.

SIFAT MAJELIS NABI YANG MENDATANGKAN KETENANGAN


حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ عَنْ حَمْزَةَ الزَّيَّاتِ عَنْ زِيَادٍ الطَّائِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا لَنَا إِذَا كُنَّا عِنْدَكَ رَقَّتْ قُلُوبُنَا وَزَهِدْنَا فِي الدُّنْيَا وَكُنَّا مِنْ أَهْلِ الْآخِرَةِ فَإِذَا خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِكَ فَآنَسْنَا أَهَالِينَا وَشَمَمْنَا أَوْلَادَنَا أَنْكَرْنَا أَنْفُسَنَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ أَنَّكُمْ تَكُونُونَ إِذَا خَرَجْتُمْ مِنْ عِنْدِي كُنْتُمْ عَلَى حَالِكُمْ ذَلِكَ لَزَارَتْكُمْ الْمَلَائِكَةُ فِي بُيُوتِكُمْ وَلَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَجَاءَ اللَّهُ بِخَلْقٍ جَدِيدٍ كَيْ يُذْنِبُوا فَيَغْفِرَ لَهُمْ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مِمَّ خُلِقَ الْخَلْقُ قَالَ مِنْ الْمَاءِ قُلْنَا الْجَنَّةُ مَا بِنَاؤُهَا قَالَ لَبِنَةٌ مِنْ فِضَّةٍ وَلَبِنَةٌ مِنْ ذَهَبٍ وَمِلَاطُهَا الْمِسْكُ الْأَذْفَرُ وَحَصْبَاؤُهَا اللُّؤْلُؤُ وَالْيَاقُوتُ وَتُرْبَتُهَا الزَّعْفَرَانُ مَنْ دَخَلَهَا يَنْعَمُ لَا يَبْأَسُ وَيَخْلُدُ لَا يَمُوتُ لَا تَبْلَى ثِيَابُهُمْ وَلَا يَفْنَى شَبَابُهُمْ ثُمَّ قَالَ ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِرُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ يَرْفَعُهَا فَوْقَ الْغَمَامِ وَتُفَتَّحُ لَهَا أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَيَقُولُ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ وَعِزَّتِي لَأَنْصُرَنَّكِ وَلَوْ بَعْدَ حِينٍ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ لَيْسَ إِسْنَادُهُ بِذَاكَ الْقَوِيِّ وَلَيْسَ هُوَ عِنْدِي بِمُتَّصِلٍ وَقَدْ رُوِيَ هَذَا الْحَدِيثُ بِإِسْنَادٍ آخَرَ عَنْ أَبِي مُدِلَّةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fudlail dari Hamzah Az Zayyat dari Ziyad Ath Tho`i dari Abu Hurairah berkata: Kami berkata: Wahai Rasulullah, kenapa kami bila berada di dekat baginda, hati kami melunak, kami zuhud di dunia dan kami termasuk ahli akhirat, tapi bila kami bergegas meninggalkan baginda lalu kami bergaul dengan keluargaku, mencium anak-anak kami, kami mengingkari diri kami sendiri (maksudnya agamis seperti semula). Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Andai kalian bila pergi meninggalkanku berada dalam kondisi kalian seperti itu, niscaya para malaikat mengunjungi kalian di rumah-rumah kalian dan seandainya kalian tidak berbuat dosa, niscaya Allah menciptakan makhluk baru agar mereka berbuat dosa lalu Allah akan mengampuni mereka." Berkata Abu Hurairah: Aku berkata: Wahai Rasulullah, dari apa makhluk diciptakan? Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam menjawab: "Dari air." Kami bertanya: Surga, apa bangunanya? Beliau menjawab: Bata dari perak dan bata dari emas, semennya minyak kesturi yang harum, tanahnya mutiara dan permata, debunya za'faran, barangsiapa memasukinya, ia bersenang-senang dengan tidak jemu, kekal, tidak mati, baju mereka tidak usang, kemudaan mereka tidak lenyap." Setelah itu beliau bersabda: "Tiga orang yang doanya tidak tertolak; imam adil, orang puasa saat berbuka dan doa orang yang terzhalimi, doanya diangkat diatas awan dan pintu-pintu langit dibukakan, Rabb 'azza wajalla berfirman: Demi keperkasaanKu, aku akan menolongmu meski setelah selang berapa lama." Berkata Abu Isa: Hadits ini sanadnya tidak kuat dan menurutku tidak tersambung. Hadits ini diriwayatkan dengan sanad lain dari Abu Mudillah dari Abu Hurairah dari nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam. (HR Tirmidzi no 2526 dalam bab Sifat Surga dan Kenikmatannya dan dishahihkan oleh syaikh al Albani)

Jalur sanad dari awal sampai sebelum Tirmidzi:
1. Nama: Abdurrahman bin Shakhr. Kun-yah: Abu Hurairah. Negeri Hidup: Madinah. Tahun wafat: 57 H. Jumlah hadits yang diriwayatkan (terbanyak): Ahmad (3.842 hadits)
2. Rawi terputus: tabi'ut tabi'in kalangan tua. Negeri hidup: Madinah.
3. Ziyad. Tabi'in. Madinah. Komentar: hafidz dhaif (menurut Tirmidzi). tidak dikenal (menurut Adz Dzahabi). Majhul (menurut Ibnu Hajar al 'Atsqalani)
4. Hamzah bin Habib bin Imarah. Abu Umarah. Tabi'ut tabi'in kalangan tua. Madinah. Wafat 158 H. Komentar: Tsiqah (Ahmad, Yahya bin Ma'in, Al 'Ajli, Ibnu Hibban). Laisa bihi ba's (An Nasa'i). Shaduuq (Muhammad bin Sa'ad)
5. Muhammad bin Fudloil bin Ghazwan bin Jarir. Abu Abdurrahman. Tabi'in tidak jumpa shahabat. Madinah. 295 H. Komentar: Tsiqah (Yahya bin Ma'in, Ibnu Hibban, dan Adz Dzahabi), shaduuq (Abu Zur'ah dan Ibnu Hajar al 'Atsqalani)
6. Muhammad bin Al 'Alaa bin Kuraib. Abu Kuraib. Madinah. 248 H. Komentar: shaduuq (Abu Hatim), la ba'sa bih (An Nasa'i), tsiqah (Ibnu Hibban dan Ibnu Hajar al 'Atsqalani), kuufii tsiqah (Maslamah bin Qasim), hafizh (Adz Dzahabi)

Hadits di atas juga ditulis oleh Ibnu Rajab al Hambali dalam Bab Mejelis yang Mengajak Berdzikir kepada Allah dan Majelis Nasehat daam kitab Lathaif al Ma'arif halaman 45. Beliau berkata yang artinya kurang lebih, "Beginilah majelis Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersama para shahabat radhiyallahu 'anhum adalah majelis yang memberikan kabar gembira dan peringatan, dan mempelajari ilmu yang bermanfaat dalam agama. Hal itu sebagaimana yang diperintahkan Allah subhanahu wa ta'ala dalam Kitab-Nya (Al Qur'an) supaya mengingatkan dan memberi nasehat dan mengajak pada jalan Rab-nya dengan cara hikmah dan ucapan-ucapan yang baik. Allah azza wa jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا  وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيرًا
"Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi" (QS Al Ahzab 45-46)"


Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan yang artinya:
ثُمَّ قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرحمن بن محمد بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ العَرْزَمي، عَنْ شَيْبَان النَّحْوِيِّ، أَخْبَرَنِي قَتَادَةُ، عَنْ عِكْرِمة، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا} -وَقَدْ كَانَ أَمَرَ عَلِيًّا وَمُعَاذًا أَنْ يَسِيرَا إِلَى الْيَمَنِ -فَقَالَ: "انْطَلِقَا فَبَشِّرَا وَلَا تُنَفِّرَا، وَيَسِّرَا وَلَا تُعَسِّرَا، إِنَّهُ قَدْ أُنْزِلَ عَلِيَّ: {يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا}
Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Muhammad ibnu Ubaidillah Al-Arzami, dari Syaiban An-Nahwi, telah menceritakan kepadaku Qatadah, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu yang mengatakan, bahwa setelah diturunkan firman-Nya: "Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. (Al-Ahzab: 45)" Sebelumnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan kepada sahabat Ali dan sahabat Mu'az radhiyallahu 'anhum untuk berangkat ke negeri Yaman. Maka setelah ayat ini diturunkan, beliau shallallahu 'alaihi wa sallam berpesan kepada keduanya: "Berangkatlah kamu berdua, dan bersikap optimislah kamu dan janganlah kamu bersikap antipati; dan bersikap mudahlah kalian dan janganlah kalian bersikap mempersulit. Karena sesungguhnya telah diturunkan kepadaku firman Allah subhanahu wa ta'ala: "Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan" (Al-Ahzab: 45)
Imam Tabrani meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Nasr ibnu Humaid Al-Bazzar Al-Bagdadi, dari Abdur Rahman ibnu Saleh Al-Azdi, dari Abdur Rahman ibnu Muhammad ibnu Ubaidillah Al-Arzami dengan sanad yang semisal.

Dan di akhirnya disebutkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"فَإِنَّهُ قَدْ أُنْزِلَ عَلِيَّ: يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا عَلَى أُمَّتِكَ وَمُبَشِّرًا بِالْجَنَّةِ، وَنَذِيرًا مِنَ النَّارِ، وَدَاعِيًا إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ بِإِذْنِهِ، وَسِرَاجًا مُنِيرًا بِالْقُرْآنِ".
Karena sesungguhnya telah diturunkan kepadaku, "Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi atas umatmu dan pembawa kabar gembira surga dan pemberi peringatan dari neraka serta menyeru (manusia) untuk bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, "dengan seizin-Nya, dan sebagai pembawa pelita yang menerangi melalui Al-Qur'an.

Beberapa ulama rahimahumullah menyatakan bahwa "siroj" (cahaya) bagi mukmin di dunia, dan "muniro" (yang menerangi) bagi muslimin yang berdosa di hari kiamat dengan syafa'atnya. Dikatakan juga bahwa cahaya itu ada lima, yaitu satu cahaya di dunia yang berupa api, satu cahaya di agama yaitu Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, satu cahaya di langit yaitu matahari, satu cahaya di surga yaitu surga itu sendiri, dan satu cahaya di hati yaitu ma'rifat (mengenal Allah).

Dengan mendatangi majelis dzikir sesuai contoh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam akan membuat hati lembut penuh dengan hikmah dan kearifan. Turun ketenangan. Allah Azza wa Jalla berfirman:
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ ١٣:٢٨
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati-hati mereka menjadi tenteram dengan berdzikir (mengingat) kepada Allah. Ingatlah, hanya dengan berdzikir (mengingat) kepada Allah-lah, hati akan menjadi tenteram”. [ar Ra’d / 13 : 28].

Ketika mengikuti majelis dzikir dan nasehat sesuai contoh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kita akan dinaungi dan didoakan malaikat. Bukankah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


لَا يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُونَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا حَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
"Tidaklah sekelompok orang duduk berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kecuali para malaikat mengelilingi mereka, rahmat (Allah) meliputi mereka, ketentraman turun kepada mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka di hadapan (para malaikat) yang ada di sisiNya." (HR Muslim, no. 2700.)

Majlis dzikir adalah taman surga di dunia ini.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا قَالُوا وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ قَالَ حِلَقُ الذِّكْرِ
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Jika kamu melewati taman-taman surga, maka singgahlah dengan senang.” Para sahabat bertanya,”Apakah taman-taman surga itu?” Beliau menjawab,”Halaqah-halaqah (kelompok-kelompok) dzikir.” (HR Tirmidzi, no. 3510 dan lainnya. Lihat Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah, no. 2562.)

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,”Barangsiapa ingin menempati taman-taman surga di dunia, hendaklah dia menempati majlis-majlis dzikir; karena ia adalah taman-taman surga.” (Al Wabilush Shayyib, hlm. 145.)

Hikmah
  1. Dengan mengikuti majelis dzikir akan membuat hati lembut. Zuhud terhadap dunia dan ingat akhirat. Dari hadits di atas terlihat bagaimana perhatiannya para shahabat dalam urusan akhirat mereka, tetapi mereka juga melakukan hal biasa dalam urusan duniawi sehingga membuat mereka risau atasnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu memberikankabar gembira akan dikunjunginya rumah mereka oleh malaikat.
  2. Dalam hadits di atas juga dikabarkan bahwa Allah subhanahu wa ta'ala mencintai makhluk-Nya yang apabila berbuat dosa, bertaubat kembali pada-Nya dan Allah mengampuni mereka.
  3. Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga memberitakan bahwa makhluk baru yang akan diciptakan Allah dari air. Adapun pembahasan lebih dalam masalah ini tidak dicontohkan oleh para shahabat radhiyallahu 'anhum. Kita cukup menerima apa yang diberitakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. 
  4. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga memberitakan sifat bangunan surga yang penuh dengan keutamaan dan keindahan. Diberitakan pula beberapa kenikmatan surga yang bersifat kekal abadi. Ini merupakan berita gembira yang akan membuat jama'ah majelis dzikir beliau semakin bersemangat dalam mengejar kehidupan akhirat.
  5. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberitakan tiga macam doa yang tidak tertolak, yaitu dari pemimpin yang adil, orang puasa saat berbuka dan orang yang terdhalimi.
  6. Disunnahkan dalam majelis dzikr diberikan waktu bagi hadhirin untuk menanyakan hal-hal yang bermanfaat untuk agama mereka dan sebaiknya dihindari pertanyaan dan pembahasan yang tidak bermanfaat untuk kehidupan dunia apalagi kehidupan akhirat.

Sekian tulisan sederhana saya yang jauh dari kesempurnaan. Semoga Allah mengampuni dosa dan kesalahan saya. Wallahu a'lam bish shawab

Kedungmaling 12 Juli 2016

Wirawan


Maraji':
1. Sunan Tirmidzi, Tirmidzi, aplikasi Ensiklopedi Hadits, versi Al Alamiyah no 2449, versi Maktabatu al Ma'arif no Riyadh no 2526.
2. Lathoif Al Ma’arif fii Maa Limawasimil ‘Aam minal Wazhoif, Ibnu Rajab Al Hambali, tahqiq Yasin Muhammad Sawaas, terbitan Daar Ibnu Katsir, Damaskus, Beirut,  tahun 1411 H.
3. http://www.ibnukatsironline.com/2015/09/tafsir-surat-al-ahzab-ayat-45-48.html
4. https://almanhaj.or.id/2886-tenteram-indikasi-kebenaran.html
5. https://almanhaj.or.id/3001-keutamaan-dan-bentuk-majlis-dzikir.html

Jumat, 08 Juli 2016

Hadits ke-3 Arba'in Nawawi Rukun Islam

Berkata al imam an Nawawi rahimahullah ta'ala:

عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله وسلم يَقُوْلُ : بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامُ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءُ الزَّكَاةِ وَحَجُّ الْبَيْتِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ.[رواه الترمذي ومسلم ]
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :Dari Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Al-Khottob radiallahuanhuma dia berkata : Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Islam dibangun diatas lima perkara; Bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan bahwa nabi Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji dan puasa Ramadhan. (Riwayat Turmuzi dan Muslim)

Abu Abdurrahman adalah kun-yah dari Abdullah bin Umar al Khatab. Menggunakan radhiyallahu 'anhum karena ayahnya juga seorang shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Islam dibangun di atas lima perkara" yang membangun adalah Allah subhanahu wa ta'ala. Segala perkara dalam agama ini ditetapkan oleh Allah subahanahu wa ta'ala yang disampaikan melalui Nabi-Nya yang mulia Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan bahwa nabi Muhammad utusan Allah" adalah satu kesatuan tidak bisa terpisah. Syahadatain merupakan amalan lisan dan hati. Dengan syahadatain ini seseorang menjadi seorang muslim.

""menegakkan shalat" adalah amalan ucapan (lisan) dan perbuatan. Adapun yang di dalam hatinya adalah urusan seseorang dengan Rabbnya. Syariat hanya melihat yang diucapkan dan yang dilakukan. Shalat adalah tiang agama. Adalah wajib bagi tiap muslim untuk menjaga segala hal yang berhubungan dengan shalat. Mulai dari ilmu kaifiyah (tata cara) shalat seperti yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Dari rukun wajibnya sampai sunnah-sunnahnya. Begitu pentingnya shalat, sehingga bagi yang meninggalkannya bisa dihukumi kafir sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang artinya:

Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah mengenai shalat, barangsiapa meninggalkannya maka dia kafir.” (HR. Ahmad, Abu Daud, At Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah dengan sanad yang shahih dari Buraidah Al Aslami)

Adapun Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa meninggalkan shalat dengan sengaja tidaklah kafir –selama meyakini shalat itu wajib-. Pendapat ini diikuti pula oleh ulama-ulama belakangan seperti Syaikh Al Albani rahimahullah sebagaimana dalam risalah beliau Hukmu Tarikish Sholah.
 Sumber: https://rumaysho.com/2280-meninggalkan-shalat-bisa-membuat-kafir.html
 "menunaikan zakat" adalah amalan harta. Ketika harta seseorang memenuhi syarat untuk dizakatkan, wajib baginya untuk membayarkannya. Perintah membayar zakat ini selalu erat digandengkan dengan shalat. Oleh karena itu di jaman Abu Bakr ash Shidq radhiyallahu 'anhu mejadi khalifah beliau memerangi oarang-orang yang menolak membayar zakat walaupun mereka syahadat dan shalat. Dan hal ini disepakati oleh Umar bin Khattab dan shahabat lainnya.

"melaksanakan haji" adalah amalan badan dan harta, jika salah satu dari dua hal itu tidak terpenuhi maka ada udzur bagi seseorang untuk tidak menjalankannya. Akan tetapi kemauan dan keinginan untuk berhaji haruslah selalu dimiliki, karena jika Allah subhanahu wa ta'ala sudah memanggil, maka tidak ada yang bisa menghalangi-Nya.

"puasa Ramadhan" adalah amalan badan yang berbeda dengan amalan lainnya. Jika amalan lainnya sifatnya mengerjakan sesuatu, amalan puasa ini menahan dan meninggalkan. Bukan hanya dari hal haram, bahkan yang halal pun jadi haram ketika seseorang berpuasa.

Semua amalan dan rukun Islam di atas adalah amalan wajib bagi seorang yang mengaku muslim. Wajib bagi setiap muslim mempelajari ilmunya sebelum menjalankannya. Dan wajib mempelajari ilmunya walaupun sudah menjalankannya. Karena untuk mendapatkan cinta Allah subhanahu wa ta'ala adalah wajib bagi kita untuk melakukan hal yang Allah cintai. Saking cintanya Allah terhadap amalan ini, sampai-sampai Allah mewajibkannya bagi setiap muslim. Maka jangan sampai salah, banyak orang mengutamakan amalan sunnah tapi meremehkan malan wajib. Yang benar adalah menjaga amalan wajib dan menambahi dengan amalan sunnah sesuai kemampuannya. Tetapi juga jangan sampai ghuluw dalam beibadah sehingga memberatkan badan di luar kemampuannya. Karena sesungguhnya agama ini mudah, jangan dibuat sulit, tapi juga jangan dimudah-mudahkan.

Anas bin Malik Radhiyallahu anhu meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 لاَ تُشَدِّدُوْا عَلَى أَنْفُسِكُمْ فَيُشَدِّدُ اللهُ عَلَيْكُمْ فَإِنَّ قَوْمًا شَدَّدُوْا عَلَى أَنْفُسِهِمْ فَشَدَّدَ اللهُ عَلَيْهِمْ فَتِلْكَ بَقَايَاُهْم فِي الصَّوَامِعِ وَالدِّيَارِ وَرَهْبَانِيَّةً ابْتَدَعُوْهَا مَا كَتَبْنَاهَا عَلَيْهِمْ
“Janganlah kamu memberat-beratkan dirimu sendiri, sehingga Allah Azza wa Jalla akan memberatkan dirimu. Sesungguhnya suatu kaum telah memberatkan diri mereka, lalu Allah Azza wa Jalla memberatkan mereka. Sisa-sisa mereka masih dapat kamu saksikan dalam biara-biara dan rumah-rumah peribadatan, mereka mengada-adakan rahbaniyyah (ketuhanan/kerahiban) padahal Kami tidak mewajibkannya atas mereka.”Hadits riwayat Abu Dâwud dan dishahîhkan oleh al-Albâni dalam Silsilah Shahîhah (3124).

Dalam hadits lain pula Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
 
إِنَّ الدِّيْنَ يُسْرٌ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّيْنَ إِلاَّ غَلَبَهُ

“Sesungguhnya agama ini mudah. Dan tiada seseorang yang mencoba mempersulit diri dalam agama ini melainkan ia pasti kalah (gagal).” (Hadits riwayat al-Bukhâri)
Disampaikan ba'da shubuh 3 Juli 2016 di masjid al Basith, Kenanen, Puri.