Rabu, 13 Juli 2016

Hadits ke-5 AMAL YANG TERTOLAK


عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللَّهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ، رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ، وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ: مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Dari Ummul Mu’minin Ummu Abdillah, Aisyah radhiallahu ‘anha, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengada-ngadakan dalam urusan kami (agama kami) sesuatu yang bukan merupakan perkara agama maka ia tertolak”.
(Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat Muslim: “Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak berdasarkan perintah kami maka ia tertolak“).

Hadits ini sungguh memiliki pembahasan yang panjang. Yang mana kaum muslimin terbagi dua kelompok besar dalam memahaminya. Membutuhkan kepala yang dingin dan hati terbuka untuk bisa menerima pemahaman hadits ini dengan benar. Kali ini saya tidak membahas secara rinci satu sisi dali pendalilan hadits ini, tapi saya akan bahasa dari dua sisi dan menimbang secara ilmiah dari dua kubu kaum muslimin dan bertentang dalam memahami hadits ini. Sehingga baca tulisan ini sampai akhirnya, jangan berhenti di sini.

Pembahasan hadits ini erat kaitannya dengan ayat al Qur'an berikut:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينً
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu." (QS Al Maidah: 3)

Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبْيٌّ قَبْلِي إِلاَّ كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَيُنْذِرُهُمْ شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ
"Sesungguhnya tidak seorang nabipun sebelumku kecuali wajib baginya untuk menunjukan umatnya kepada kebaikan yang ia ketahui bagi mereka dan mengingatkan umatnya dari kejelakan yang ia ketahui" (HR Muslim 3/1472 no 1844)

Seluruh kebaikan yang diketahui Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam maka wajib baginya untuk menyampaikannya kepada umatnya. Oleh karena itu jika seseorang menganggap bid’ah itu baik maka ia telah menuduh Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam telah berkhianat kepada Allah karena berarti ada syari’at yang diketahui oleh Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam namun tidak ia sampaikan kepada umatnya.

Sangat jelas dan gamblang bahwa urusan agama Islam sudah sempurna. Saat turun ayat ini tidak turun lagi ayat lain. Begitupun sunnah (contoh) dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam perkara syariat sudah sempurna.

Berkata Imam Malik rahimahullah:
مَنْ أَحْدَثَ فِي هَذِهِ الأُمَّةِ الْيَوْمَ شَيْئًا لَمْ يَكُنْ عَلَيْهِ سَلَفُهَا فَقَدْ زَعَمَ أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  خَانَ الرِّسَالَةَ لِأَنَّ اللهَ تَعَالىَ يَقُوْلُ ﴿ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْأِسْلامَ دِيناً﴾ (المائدة:3) فَمَا لَمْ يَكُنْ يَوْمَئِذٍ دِيْنًا لاَ يَكُوْنُ الْيَوْمَ دِيْنًا
“Barangsiapa yang mengada-adakan perkara yang baru di umat ini yang tidak pernah dilakukan oleh orang-orang terdahulu maka dia telah menuduh bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam telah mengkhianati risalah Allah karena Allah telah berfirman :
﴿ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْأِسْلامَ دِيناً﴾ (المائدة:3)
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu”(QS. 5:3)
Maka perkara apa saja yang pada hari itu (pada masa Rasulullah) bukan merupakan perkara agama maka pada hari ini juga bukan merupakan perkara agama.” (Al-Ihkam, karya Ibnu Hazm 6/255)

Sesuatu yang sempurna tidak butuh penambahan dan pengurangan. Jika ada hal baru yang membutuhkan dalil syar'i maka cukup merujuk dari dalil al Qur'an dan as Sunnah yang sudah ada dengan pemahaman para shahabat radhiyallahu 'anhum ajma'in dan para ulama ahlus sunnah wal jama'ah sebagai pewaris Nabi.

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلاَمِىْ اَنَّهُ سَمِعَ الْعِرْباَضَ بْنَ سَارِيَّةِ قَالَ وَعَظَناَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَلَيْكُمْ بِمَا عَرَفْتُمْ مِنْ سُنَّتـِىْ وَسُنَّةِ الْخُلَفاَءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْمُهْدِيِّـْينَ (مسند احمد بن حنبل ص 16519 )

Dari Abd Rohman bin Amr al-Sulami, Sesungguhnya ia mendengar al-Irbadh bin Sariyah berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. menasehati kami, Kalian wajib berpegang teguh pada sunnahku (apa yang aku ajarkan) dan perilaku al-Khulafa’ al-Rasyidin yang mendapatkan petunjuk). (Musnad Ahmad Bin Hambal, 16519)

Juga hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang tiga generasi utama, dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhuma, bahwa dia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرَ أُمَّتِـي قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

“Sebaik-baik umatku adalah pada masaku. Kemudian orang-orang yang setelah mereka (generasi berikutnya), lalu orang-orang yang setelah mereka.” (Shahih Al-Bukhari, no. 3650)

Pada masa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah para shahabat radhiyallahu 'anhum ajma'in yang disepakati ulama ahlus sunnah tidak ada celah dan cacat pada mereka. Para shahabat adalah mereka yang beriman dan bertemu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Generasi berikutnya adalah tabi'in yaitu mereka yang beriman dan bertemu dengan para shahabat. Lalu disusul generasi tabi'ut tabi'in yaitu mereka yang beriman dan bertemu dengan tabi'in. Dari dua generasi terakhir muncullah para imam Madzhab, dan dari mereka diteruskan oleh para muridnya para imam ahlul hadits dan para 'ulama ahlus sunnah wal jama'ah yang sanadnya tersambung sampai sekarang.

Jika suatu amalan agama tidak ada rujukan sebagaimana di atas maka itu termasuk perkara baru dalam agama, dan itu dihukumi bid'ah dan hukum bid'ah sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam jelaskan:

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. Muslim no. 867)

Dan banyak hadits lainnya sehubungan dengan ini. (Bisa dicek: https://muslim.or.id/11456-hadits-hadits-tentang-bidah.html)

Sekarang masuk dalam pembahasan perbedaan dalam memahami bid'ah. Kaum muslimin terutama di masa ini terbagi menjadi dua kelompok besar dalam memahami bid'ah. Yang pertama meyakini ada bid'ah dalam agama ada yang hasanah (baik) dan sejenisnya. Yang kedua meyakini bahwa bid'ah dalam agama ini pasti sesat.  Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّيْنَ الرَّاشِدِيْنَ تَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

((…karena seseungguhnya barang siapa diantara kalian yang hidup sepeninggalku maka dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnah-sunnahku dan sunnah para Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah-sunnah tersebut dengan geraham kalian. Dan hati-hatilah kalian terhadap perkara-perkara yang baru karena setiap bid’ah adalah kesesatan)) (HR Abu Dawud 4/200 no 4607 dan adalah lafal Abu dawud, Al-Hakim 1/174 dan beliau berkata, “Ini adalah hadits yang shahih yang tidak ada ‘illahnya”, Ibnu Hibban 1/180).

Ingat, pembahasan kita tidak membahas bid'ah di luar agama. Seperti pesawat, handphone, speaker, dan bid'ah (hal baru) duniawiyah lainnya. Yang dibahas adalah bid'ah dalam segi amalan ibadah.

1. Kelompok yang meyakini ada bid'ah hasanah dalam agama

Pada dasarnya kelompok ini memiliki dalil adanya bid'ah hasanah sebagai berikut:

a. Kalimat KULLU tidak berarti semua, ada sebagian yang tidak termasuk.

b. Di jaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam Bilal bin Rabah melakukan shalat sunnah setelah wudlu, padahal Nabi tidak mencontohkan, diperbolehkan bahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi w sallam mendengar terompah Bilal di surga karenanya.

c. Di jaman para shahabat radhiyallahu 'anhum ajma'in mereka melakukan bid'ah hasanah sebagai berikut: Abu Bakr sh Shidq radhiyallahu 'anhu mengumpulkan ayat-ayat al Qur'an yang tersebar menjadi satu mushaf al Qur'an, Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu melaksanakan shalat tarawih berjama'ah bahkan beliau mengucapkan "ini adalah sebaik-baik bid'ah" dan di masa beliau juga hadits berdasar atsar, Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu menyatukan cara baca al Qur'an dengan dialek Quraisy dan membakar mushaf sebelumnya sehingga sampai dikenal di masa sekarang sampai akhir jaman dengan mushaf Utsmany, di jaman Utsman radhiyallahu 'anhu ada bid'ah hasanah adzan Jumat dua kali untuk mengumpulkan kaum muslimin sebelum khatib naik mimbar.

d. Di jaman tabi'in dan tabi'ut tabi'in ada bid'ah hasanah menulis hadits sesuai bab seperti Ibnu Juraij, Hasyim, Malik, Ma’mar, dan anak (Ibnu) al-Mubarak.

e. Imam Madzhab membolehkan adanya bid'ah hasanah. Contohnya imam Syafi'i dalam definisi bid'ah menulis bahwa bid'ah hasanah ada. Tapi beliau juga mencatatkan bahwa tidak boleh bertentangan dengan al Qur'an dan as Sunnah.

Jika amalan mereka di atas adalah bi'ah hasanah, maka kita cukupkan mencontoh amalan mereka. Karena mereka lebih paham Islam daripada siapa pun di jaman kita sekarang. Sehingga siapa pun yang membuat amalan baru di jaman ini yang dianggap bid'ah hasanah, kompetensinya jauh dari mereka di atas,

Dan banyak dalil lain yang tidak perlu saya sebutkan di sini. Yang pada intinya kelompok ini memiliki dalil bahwasanya bid'ah hasanah dibolehkan. Dampaknya banyak amalan-amalan baru yang tersebar di kaum muslimin. Mereka terbagi menjadi tarekat-tarekat, organisasi-organisasi, dan bahkan satu kyai dengan kyai lainnya memiliki amalan yang berbeda-beda. Ini hasanah (baik) menurut mereka.

Perbedaan antara amalan ijtihadiyah dengan amalan bid'ah dan sunnah insyaAllah akan saya bahas di kesempatan lain. Tapi yang seringkali menjadi perdebatan sengit adalah amalan-amalan berikut ini: yasinan, tahlilan, khaul, baca yasin dan tahlil di kuburan, nisfu sya'ban, rabu wekasan, mengirim pahala bacaan al Qur'an kepada ruh dan sejenisnya.

Dari syubhat di atas saya hanya memberikan pertanyaan sederhana kepada mereka yang meyakini bahwa amalan mereka bid'ah hasanah.

1) Sudah sepakat bahwa Nabi kita adalah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Kenapa Nabinya satu amalannya sangat berbeda (bahkan ada Islam Nusantara) dan bertentangan satu dengan lainnya setelah mereka melegalkan bi'ah hasanah? Lebih bagus mana ketika amalan ummat Islam dalam ibadah -nya sesuai contoh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dibanding melakukan inovasi amalan baru?

2) Jika mereka atau anda meyakini bahwa amalan bid'ah hasanah anda sesuai dengan madzhab Syafi'i (saya pilih madzhab ini karena banyak dijadikan alasan bagi yang membolehkan bid'ah hasanah) tunjukkan dalil bahwa imam Syafi'i rahimahullah mengajarkan amalan bid'ah hasanah itu sebagaimana beliau mengajarkan cara shalat, puasa bahkan cara adzan. Adakah di dalam kitab imam Syafi'i (bukan kitab orang yang mengaku madzhab Syafi'i) amalan bid'ah hasanah yang dikerjakan banyak orang sekarang?

Dua pertanyaan di atas harus jujur anda tanyakan pada diri anda sendiri.

2. Kelompok yang meyakini tidak ada bid'ah hasanah dalam agama ini

Sudah jelas bahwa kelompok ini memegang teguh ajaran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Sangat banyak pembahasan ini. Saya nukilkan dari tulisan Syaikh Fauzan rahimahullah berikut ini yang artinya:
"Segala bentuk bid’ah dalam Ad-Dien hukumnya adalah haram dan sesat, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Janganlah kamu sekalian mengada-adakan urusan-urusan yang baru, karena sesungguhnya mengadakan hal yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat”. [Hadits Riwayat Abdu Daud, dan At-Tirmidzi ; hadits hasan shahih].
Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa mengadakan hal yang baru yang bukan dari kami maka perbuatannya tertolak”.
Dan dalam riwayat lain disebutkan :
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa beramal suatu amalan yang tidak didasari oleh urusan kami maka amalannya tertolak”.
Maka hadits tersebut menunjukkan bahwa segala yang diada-adakan dalam Ad-Dien (Islam) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat dan tertolak.
Artinya bahwa bid’ah di dalam ibadah dan aqidah itu hukumnya haram.
Tetapi pengharaman tersebut tergantung pada bentuk bid’ahnya, ada diantaranya yang menyebabkan kafir (kekufuran), seperti thawaf mengelilingi kuburan untuk mendekatkan diri kepada ahli kubur, mempersembahkan sembelihan dan nadzar-nadzar kepada kuburan-kuburan itu, berdo’a kepada ahli kubur dan minta pertolongan kepada mereka, dan seterusnya. Begitu juga bid’ah seperti bid’ahnya perkataan-perkataan orang-orang yang melampui batas dari golongan Jahmiyah dan Mu’tazilah. Ada juga bid’ah yang merupakan sarana menuju kesyirikan, seperti membangun bangunan di atas kubur, shalat berdo’a disisinya. Ada juga bid’ah yang merupakan fasiq secara aqidah sebagaimana halnya bid’ah Khawarij, Qadariyah dan Murji’ah dalam perkataan-perkataan mereka dan keyakinan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan ada juga bid’ah yang merupakan maksiat seperti bid’ahnya orang yang beribadah yang keluar dari batas-batas sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan shiyam yang dengan berdiri di terik matahari, juga memotong tempat sperma dengan tujuan menghentikan syahwat jima’ (bersetubuh).
Catatan :
Orang yang membagi bid’ah menjadi bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah syayyiah (jelek) adalah salah dan menyelesihi sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Artinya : Sesungguhnya setiap bentuk bid’ah adalah sesat”.
Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menghukumi semua bentuk bid’ah itu adalah sesat ; dan orang ini (yang membagi bid’ah) mengatakan tidak setiap bid’ah itu sesat, tapi ada bid’ah yang baik !
Al-Hafidz Ibnu Rajab mengatakan dalam kitabnya “Syarh Arba’in” mengenai sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Setiap bid’ah adalah sesat”, merupakan (perkataan yang mencakup keseluruhan) tidak ada sesuatupun yang keluar dari kalimat tersebut dan itu merupakan dasar dari dasar Ad-Dien, yang senada dengan sabdanya : “Artinya : Barangsiapa mengadakan hal baru yang bukan dari urusan kami, maka perbuatannya ditolak”. Jadi setiap orang yang mengada-ada sesuatu kemudian menisbahkannya kepada Ad-Dien, padahal tidak ada dasarnya dalam Ad-Dien sebagai rujukannya, maka orang itu sesat, dan Islam berlepas diri darinya ; baik pada masalah-masalah aqidah, perbuatan atau perkataan-perkataan, baik lahir maupun batin.
Dan mereka itu tidak mempunyai dalil atas apa yang mereka katakan bahwa bid’ah itu ada yang baik, kecuali perkataan sahabat Umar Radhiyallahu ‘anhu pada shalat Tarawih : “Sebaik-baik bid’ah adalah ini”, juga mereka berkata : “Sesungguhnya telah ada hal-hal baru (pada Islam ini)”, yang tidak diingkari oleh ulama salaf, seperti mengumpulkan Al-Qur’an menjadi satu kitab, juga penulisan hadits dan penyusunannya”.
Adapun jawaban terhadap mereka adalah : bahwa sesungguhnya masalah-masalah ini ada rujukannya dalam syari’at, jadi bukan diada-adakan. Dan ucapan Umar Radhiyallahu ‘anhu : “Sebaik-baik bid’ah adalah ini”, maksudnya adalah bid’ah menurut bahasa dan bukan bid’ah menurut syariat. Apa saja yang ada dalilnya dalam syariat sebagai rujukannya jika dikatakan “itu bid’ah” maksudnya adalah bid’ah menurut arti bahasa bukan menurut syari’at, karena bid’ah menurut syariat itu tidak ada dasarnya dalam syariat sebagai rujukannya.
Dan pengumpulan Al-Qur’an dalam satu kitab, ada rujukannya dalam syariat karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan penulisan Al-Qur’an, tapi penulisannya masih terpisah-pisah, maka dikumpulkan oleh para sahabat Radhiyallahu anhum pada satu mushaf (menjadi satu mushaf) untuk menjaga keutuhannya.
Juga shalat Tarawih, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat secara berjama’ah bersama para sahabat beberapa malam, lalu pada akhirnya tidak bersama mereka (sahabat) khawatir kalau dijadikan sebagai satu kewajiban dan para sahabat terus sahalat Tarawih secara berkelompok-kelompok di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup juga setelah wafat beliau sampai sahabat Umar Radhiyallahu ‘anhu menjadikan mereka satu jama’ah di belakang satu imam. Sebagaimana mereka dahulu di belakang (shalat) seorang dan hal ini bukan merupakan bid’ah dalam Ad-Dien.
Begitu juga halnya penulisan hadits itu ada rujukannya dalam syariat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan untuk menulis sebagian hadits-hadist kepada sebagian sahabat karena ada permintaan kepada beliau dan yang dikhawatirkan pada penulisan hadits masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara umum adalah ditakutkan tercampur dengan penulisan Al-Qur’an. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat, hilanglah kekhawatiran tersebut ; sebab Al-Qur’an sudah sempurna dan telah disesuaikan sebelum wafat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka setelah itu kaum muslimin mengumpulkan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagai usaha untuk menjaga agar supaya tidak hilang ; semoga Allah Ta’ala memberi balasan yang baik kepada mereka semua, karena mereka telah menjaga kitab Allah dan Sunnah Nabi mereka Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar tidak kehilangan dan tidak rancu akibat ulah perbuatan orang-orang yang selalu tidak bertanggung jawab.
(Sumber: https://almanhaj.or.id/439-pengertian-bidah-macam-macam-bidah-dan-hukum-hukumnya.html)

Demikian tulisan saya mengenai hadits kelima Arba'in Nawawi. Semoga kita mendapatkan hidayah Sunnah dan selalu memurnikan agama Islam ini. Aamiin.

Wallahu a'lam bish shawab.

Kedungmaling, 14 Juli 2016

Wirawan

InsyaAllah akan saya sajikan di kajian ba'da Shubuh di Masjid Al Basith Kenanten Puri Ahad ini tanggal 17 Juli 2016.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar